Hari-hari belakangan ini, suasana negeri kita makin mengkhawatirkan. Penyebaran fitnah, saling ejek, takut-menakuti menjadi isi media sosial. Di dunia nyata, ada aksi main hakim sendiri, usir-mengusir, dan tindak intoleransi. Setiap hari kita seperti disuguhi "makanan" yang buruk bagi kesehatan jiwa.
Hari-hari yang melelahkan.
Sebenarnya sudah banyak tokoh bangsa yang angkat bicara. Berbicara melampaui agama yang mereka anut, kelompok yang membesarkan namanya, hanya untuk keutuhan bangsa ini.Â
Mereka berusaha menyejukkan suasana negeri agar hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. Seperti kerusuhan antar-etnis, antar-agama, atau persekusi terhadap suatu kelompok. Tetapi kebencian terlanjur tersebar seperti virus yang mematikan. Tanda-tanda perdamaian itu, masih belum terlihat.
Virus itu mungkin disebar oleh orang yang tak peduli kebangsaan kita. Bisa saja dia atau mereka hanya peduli terhadap seberapa banyak rupiah yang masuk ke kantong, atau kekuasaan yang bisa direngkuh.Â
Dan yang menjadi korban, ya, kita sendiri. Masyarakat yang tak tahu-menahu tentang perebutan kekuasaan. Masyarakat yang tulus bekerja dengan jujur untuk memenuhi kebutuhan.
Memang, ada di beberapa daerah di sudut-sudut negeri yang menggambarkan persaudaraan yang menyejukkan antar-agama atau antar-etnis. Saling membantu membangun mesjid seperti yang kita baca di Nusa Tenggara Timur, penjagaan hari raya Kristiani oleh rekan-rekan Banser, dan banyak lagi yang tak dapat tertuliskan. Tetapi gaungnya sering terbungkam suara berisik orang-orang yang merasa benar sendiri.
Akankah keadaan ini berlanjut terus?
Kita, masyarakat yang peduli terhadap negeri ini yang harus mengambil momentum. Yang terjadi pada negeri kita ini tanggung jawab bersama. Keluar dari rumahmu, dan kunjungi tetangga. Kunjungi saudara-saudari kita yang terpaksa tinggal di jalanan. Sapa mereka meski berbeda pandangan politik.
Nyepi tahun ini bisa jadi momentum itu.
Nyepi tahun ini menjadi sangat berarti. Di tahun politik yang menguras banyak energi, kita diberi waktu jeda sejenak untuk menenangkan diri. Kita bisa banyak belajar dari hari besar saudara-saudari kita yang beragama Hindu ini. Di kala dunia berlomba untuk cepat, mereka berani berhenti sejenak untuk merenungkan segalanya.
Saya kira hal seperti ini sangat perlu untuk 'kesehatan' negeri. Mungkin ada baiknya, kedua pasangan calon mendeklarasikan 'Nyepi Untuk Negeri'. Sehari saja tidak kampanye, misalnya. Terlalu utopis? Tidak. Jika kita mau, kita bisa melakukannya. Banyak hal-hal besar di dunia ini yang awalnya dianggap hanya bisa terjadi di dalam mimpi.
Nyepi kali ini menjadi momentum bagi negeri kita untuk berdiam diri sejenak. Melihat kembali ke belakang, betapa persaudaraan kita yang beragam sudah teruji oleh waktu. Melihat ke depan, betapa negeri ini akan menjadi lebih indah bila kita tetap bersatu dan saling menghargai satu sama lain. Saya bisa merasakan kedamaian yang dirasakan saudara-saudari yang ada di Bali.
Rahajeng Nyepi Semeton Sami.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H