Mohon tunggu...
Elesia
Elesia Mohon Tunggu... Administrasi - I'm a writer

Penulis CERPEN ANAK Penulis PUISI

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Emak-emak yang Dirusak Politik

3 Maret 2019   07:51 Diperbarui: 3 Maret 2019   08:13 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto : flickr.com

Membaca berita tentang emak-emak yang diciduk karena fitnah, saya merasa sangat sedih. Selain karena membayangkan hidup anak-anaknya, kejadian ini juga merusak citra emak-emak di masyarakat.

Sebagai contoh, emak-emak katanya sudah dikodratkan akrab dengan gosip. Mungkin politisi itu ingin agar kelakuan emak-emak itu kita maklumi, kenyataannya itu malah menyakiti. Bukankah kaum pria juga suka bergosip? Penyebar fitnah di negara ini juga lebih banyak lelaki.

Ini bukan perang antar gender. Saya hanya ingin meluruskan pemikiran-pemikiran yang beredar -- meskipun rasanya sulit. Sebab 'akal sehat' juga sudah dibajak politik. Tetapi saya tak akan menyerah karena ini menyangkut masa depan anak perempuan di negeri ini.

Di tengah pemikiran 'perempuan harus di rumah' yang berkembang dengan pesat belakangan ini, seharusnya emak-emak bersatu untuk melawan itu. Bukan berarti 'perempuan di rumah' itu salah -- saya sendiri sampai sekarang masih Ibu Rumah Tangga (karena akan berubah stastusnya kalau buku sudah selesai. Minimal Ibu Rumah Tangga nyambi penulis).

Yang dilawan adalah resiko-resiko yang berpotensi ditimbulkan pemikiran itu. Sebagai contoh, bisa saja kelak anak perempuan disisihkan kebutuhan pendidikannya. Dengan kata lain, pendidikan nomor sekian di hidup anak perempuan.

Kenapa? Karena lebih baik langsung menikah dan melayani suami.

Melayani suami juga tak masalah. Yang saya tekankan, perempuan harus bisa mandiri. Baik secara pemikiran maupun tindakan. Jangan lagi ada perempuan yang bergantung sepenuhnya pada lelaki, dan oleh karena itu ia harus tabah kalau disiksa. Baik secara fisik maupun batin.

Lalu kenapa judul tulisan ini terkesan membatasi jangkauan karir emak-emak? Bukan. Saya tidak melarang emak-emak terjun ke dunia politik. Justru saya mendorong, dan berharap emak-emak menjadi dirinya sendiri ketika berada di lingkaran politik.

Jangan hanya citra sebagai penggosip yang ditangkap oleh masyarakat. Tetapi juga citra yang selama ini melekat pada emak-emak. Bukankah sepanjang zaman ibu dimuliakan?

Saya berharap, ketika terjun ke dunia politik, emak-emak tampil sebagaimana ia membereskan semua pekerjaan di rumah : makanan terhidang, anak terdidik baik, rumah bersih, urusan keuangan oke, bahkan tak jarang emak-emak yang bekerja di kantoran, juga membereskan ini semua.

Dan bayangkan dunia politik kita bila emak-emak tampil sebagaimana dirinya tanpa dirusak politisi oportunis : stok sembako beres, generasi penerus bangsa terdidik, urusan keuangan negara beres, dan semua sisi kehidupan berbangsa diperhatikan.

Indah, bukan?

Saya percaya, negeri ini akan maju bila sehari-hari kita sudah lepas dari pemikiran, "Perempuan harus begini... perempuan harus begitu ... harus bertingkah seperti ini,.. harus bertingkah seperti itu."

Saya kadang berpikir, mungkin karena pemikiran bahwa perempuan itu lemah dan dikuasai oleh pria, maka pelecehan seksual marak di negeri kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun