Mohon tunggu...
Elesia
Elesia Mohon Tunggu... Administrasi - I'm a writer

Penulis CERPEN ANAK Penulis PUISI

Selanjutnya

Tutup

Drama Pilihan

Andai Kita Disatukan, Tidak Diduakan (4)

3 April 2018   14:07 Diperbarui: 3 April 2018   15:20 555
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mia tahu bahwa Sindi memang kurang menyukai pernikahan mereka yang termasuk cepat.

Mia         : Sindi agak tempramen ya? (candanya) Dia seperti masih anak kuliahan.
William : Maaf Mia, Sindi memang sering kurang sopan.
Mia          : Santai saja. Tidak masalah kok.

William berusaha tidak terpengaruh dengan perkataan Sindi.

Beberapa jam setelah kejadian itu, Mia mendapati pesan masuk dari Sindi yang mengajaknya untuk minum kopi sore nanti, di ujung rumah sakit. Mia dengan cepat membalas, mengiyakan ajakan itu. Mereka bertemu sesuai dengan waktunya.

Mia      : Hi, Sin!
Sindi   : Hai kaka ipar.
Mia      : Tumben mengajakku minum kopi di luar.
Sindi   : Hahahah.. Enaknya bicara serius sambil minum kopi kan, kak ipar.
Mia      : (Mengernyitkan dahi) Bicara serius?
Sindi   : Kaka ipar mau pesan apa dulu?
Mia      : Ha? Hmm.. sama kan saja.
Sindi   : (Memberi isyarat kepada pelayan)
Mia      : Kau mau membicarakan apa, Sin?
Sindi   : (Menatapnya)
Mia      : Ada apa sih, Sin? Kau membuatku takut saja.
Sindi   : Tidak, aku hanya mau bertanya tentang keluarga Ryan.
Mia      : Kenapa? Apa ada sesuatu yang serius mengenai Ryan?
Sindi   : Kenapa kakak langsung cemas begitu? Aku kan hanya mau bertanya tentang keluarganya.
Mia      : Tadi.. (menunggu pelayan meletakkan kopinya) tadi kau bilang mau bicara serius, jadi aku pikir...
Sindi   : Akh, biasa aja kali kak. Kan yang sakit si Ryan, bukan William. (mulai menyerang)
Mia      : (Mengernyitkan dahinya)
Sindi   : Maksudku, bukan seharusnya yang kakak perhatikan itu William? Kaka terlalu sibuk mengurusi pasienku. Cukup aku saja .
Mia      : Jadi kau mau tanya hal penting apa tadi tentang keluarganya?
Sindi   : Bagaimana dengan wanita yang berambut cokelat, dan bermata biru? Itu teman wanitanya atau sepupunya?
Mia      : (Terdiam) Aku tidak tahu. Kenapa?
Sindi   : Aku hanya memastikan saja. Karena pasien tidak mau bicara tentang wanita itu. Aku jadi bingung saat wanita itu menanyakan informasi yang detail tentang penyakit Ryan. Dia sangat peduli dengan kesehatan Ryan, jadi.. (berusaha memancing emosi Mia)
Mia      : Sepertinya dia bukan sepupu Ryan.
Sindi   : Oh ya? Jadi..
Mia      : Karena ia hanya memiliki satu sepupu. Itulah yang datang kemarin menemaninya kemo pertama.
Sindi   : Baiklah. Aku mengerti. Dimana aku bisa mendapatkan nomor telepon sepupunya?
Mia      : (Diam)
Sindi   : Kau tidak punya?
Mia      : (Menggeleng) Apa tidak ada tercantum di biodata walinya?
Sindi    : Sialnya tidak ada. Kau memang tidak punya?
Mia       : (Menggeleng)
Sindi    : Sayang sekali. Kupikir kalian dulunya benar-benar dekat.
Mia       : Tapi, kenapa kau terlalu ekstra untuk pasienmu yang satu ini?
Sindi    : (Menatap Mia)
Mia       : Apa setiap dokter memang seperti itu?
Sindi    : Kalau ku katakan bahwa aku dokter yang selalu berjuang untuk nyawa seorang pasien, itu terlalu dramatis. Kalau ku katakan karena aku mengasihaninya, terlalu lebay bukan? karena banyak pasien yang sakitnya lebih parah. Tapi.., kalau ku katakan karena aku menyukainya, apa kau percaya? 
Mia       : Hahahah... Mana mungkin
Sindi    : Karena itu aku tidak mau mengungkapnya dari awal. Pasti yang mendengarnya akan tertawa (berpura-pura).
Mia       : Kau serius?
Sindi    : Tidak seserius itu sampai menikahinya (berharap Mia menangkap semua kalimatnya kali ini)
Mia       : Jangan main-main padanya, Sin.
Sindi    : Kenapa kakak ipar berpikir aku sedang bermain-main.
Mia       : Ya ampun, tidak mungkinlah seorang dokter yang cantik dan berbakat menyukai pasien cancer yang kondisi badannya sudah kurus kering begitu?
Sindi    : (Menatapnya tajam) Kalimatmu ini seakan kau tidak menyukai kami bersama.
Mia       : (Tersenyum)  Kurasa dia sedang tidak butuh cinta yang seperti itu sekarang ini.
Sindi    : Jadi dia butuh cinta yang seperti apa?

Mia dan Sindi terdiam. Saling berpandangan. Kali ini Mia bisa menerima sinyal laser dari mata Sindi. Sindi dengan silangan kaki dan tangan kiri di lipat sambil tangan kanan memegang cangkir kopi, seperti bos besar yang sedang berusaha tenang melawan emosi di dalam dirinya. Memandang ke arah luar sambil menyirup kopi itu dan meletakkannya kembali. Ia menarik nafas panjang, melipat kedua tangannya dan mengalihkan pandangannya lurus ke arah Mata Mia.

Sindi   : Mia, aku menerimamu sebagai kakak ipar dan menghormatimu disini. Tapi aku kurang menyukai caramu memperlakukan William.
Mia      : (Menunggu Sindi melanjutkan kalimatnya)
Sindi   : Kau bisa memikirkan oranglain tanpa harus mengorbankan perasaan suamimu sendiri. Aku akui William sangat lembut dan tidak mau menyakiti perasanmu, karena itu ia berbaik hati membawamu bertemu dengan Ryan. Padahal itu tidak penting sama sekali! Padahal ia bisa dengan tegas melarangmu kesana. (Dengan ekspresi geram). Baru satu hari, Mia! tapi kau sudah menggoreskan luka di hati William.
Mia      : Maksudmu apa?
Sindi   : Jangan pura-pura bodoh, Mia. Kalau ku balikkan posisi mu dengan William, apa kau sanggup melihat William menangisi mantan kekasihnya di depanmu? (nada meninggi)
Mia      : (Menatapanya sambil menggertakkan gigi)
Sindi   : Ryan itu bukan siapa-siapamu! Dia hanya 'Mantan kekasihmu' yang kudengar kau sendiri yang memutuskannya. Dan William adalah suamimu, S-U-A-M-I-M-U. Aku berusaha menyampaikan ini dengan sebaik mungkin. Aku tidak bisa menyentuhmu atau melukai, karena ada William. William bisa jadi tameng mu dari apapun. Tapi aku ragu kau bisa jadi tameng William atau tidak.. Kalau dia sudah tidak tahan lagi denganmu, ku kira aku yang akan jadi pendukung terdepannya. (menghabiskan semua kopinya)
Mia      : Aku masih tidak mengerti apa sebenarnya maksudmu?!
Sindi   : Lihatlah, bahkan kau terlalu bodoh untuk hal sederhana yang seperti ini.
Mia      : Kalau mengenai Ryan, aku tidak ada apa-apa dengannya. Hanya sebatas teman yang berusaha membantunya.
Sindi   : Ya..ya..ya (nada ragu) Baguslah (Mendengus panjang - mengambil tasnya) Jangan khawatir, kau akan lebih paham kalau sudah mengalami hal yang sama seperti yang William alami (suara berbisik). Jangan lupa honeymoon-nya ya! William pasti sudah tidak sabar (bercanda). Aku pergi dulu, pasienku yang butuh perhatian seorang dokter cantik pasti sudah mengantri.

Mia masih terdiam. Otaknya berusaha mencerna semua kalimat Sindi.

... bersambung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Drama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun