Percakapan singkat mereka terekam oleh dedaunan yang saat itu lalu lalang diterbangkan angin
Mia : Menurutku semakin bertambah tahun hubungan ini, kita malah semakin menjauh.. aku pribadi bahkan tidak merasa semakin dekat. Bagaimana denganmu?
Ryan : ...(Menarik Nafas, menggidikkan bahunya)
Mia  : Jujur saja, kalau seperti ini terus, usia kita akan termakan hubungan yang tidak jelas ini.
Ryan : (Menatap Mia dengan wajah sendu)
Mia   : (Membalasnya dengan wajah sendu)
Ryan : Kupikir.. (Ia mengatur kalimatnya, agar Mia tidak merasa tersudutkan) kau yang lebih menyukai hubungan ini disudahi. Bukan begitu?
Mia : ... (Matanya melotot. Perasaan nya terhempaskan karena kalimat yang terasa benar namun tidak sepenuhnya tepat sasaran)
Ryan : Tidak apa-apa Mia, aku tidak marah jika kau mau menyudahi hubungan ini. Caraku mencintaimu salah satunya dengan tidak memaksakan tetap disampingku jikalau kau ingin pergi.
Mia  : Maksudmu apa?
Ryan : Tidak ada maksud lain.
Mia  : Jadi bagaimana? Kita akhiri saja Ryan?
Ryan : Kau mau aku menjawab apa?
Mia  : Katakan saja sejujurnya
Ryan : Sejujurnya?
Mia  : (Mengangguk yakin) Ia, yang sejujurnya dari dalam hatimu.Â
Ryan : Oke, sejujurnya aku masih ingin bersamamu lebih lama lagi.
Mia : ... (terdiam)
Ryan : Karena dari awal ku katakan padamu, kau bisa kapan saja menyudahi hubungan ini. Sudahlah Mia, jangan paksakan dirimu jika tidak menyukaiku lagi. Aku akan mengikuti keputusanmu. Lagi pula kurasa kita juga bisa menjadi teman nanti.
Mia : Tidak. Aku tidak menyukai perubahan status pacar jadi status teman. Aku kurang suka.
Ryan : Jadi?
Mia  : Kupikir, kau memang sangat egois. Kau memaksaku untuk memutuskan apa yang harus dilakukan. Kutebak, supaya nanti apa pun yang terjadi kemudian hari, kau pasti tidak akan merasa menyesal
Ryan : Hahha.. (tertawa sinis)Â Kau terlalu banyak menebak.
Mia   : Baiklah kalau begitu. Aku mundur dari hubungan ini.
Ryan : (Mengangguk) Sayang sekali Mia, kita sudah berpacaran selama delapan tahun
Mia  : Bagaimana jika Tuhan berencana hanya mempertemukan, bukan untuk mempersatukan kita?
Ryan : Anggap saja begitu. Jadi kita bisa banyak belajar dari pertemuan dan pertemanan yang panjang ini.
Mia   : Terimakasih Ryan. Sambil menyodorkan sebuah amplop
Ryan : (Mengernyitkan dahi sembari membuka) Terimakasih Juga Mia. Semoga berbahagia (sambil mengebas-ngebaskan undangan pernikahan Mia )
Mia   : (Mengangguk dan meninggalkan Ryan)
Ryan : (Tertunduk lesu) Akh, sepertinya sudah jatuh ketimpa tangga, tertusuk paku pula (mendesah panjang, memejamkan matanya, mengatur pikirannya yang bertambah runyam) Semoga kau bahagia Mia. (Bisiknya pelan) Terimakasih sudah jujur padaku.
Willian, calon suami Mia adalah teman kuliah Mia dan Ryan, yang sedari dulu sebenarnya sudah menyukai Mia. Namun ia tidak menyatakan perasaannya ataupun berusaha untuk merebut hatinya, karena Mia sudah memiliki Ryan. Mereka dipertemukan kembali di perusahaan yang sama tempat mereka bekerja. Berbeda dengan Ryan, ia bekerja di perusahaan yang jauh lebih "bonafit".
Wajah Ryan sangat maskulin, ia digandrungi banyak wanita semenjak duduk dibanggu SMA. Hingga di kantornya pun, ada saja wanita yang mencoba menggodanya, kendati ia kerap kali membawa Mia dan memperkenalkannya sebagai 'calon istri' pada saat acara rekreasi kantor. Ryan sangat mencintai Mia. Nyataya, Mia tidaklah setenar Ryan, tidak ada yang mencolok pada dirinya.
Saat teman kerjanya bertanya mengapa ia sangat menyukai Mia, padahal ia bisa memiliki banyak wanita yang lebih dari dari kekasihnya itu, jawabannya sederhana sekali, 'She is my home'. Â Tapi tidak semuanya berjalan seiring dengan doa yang selalu dipanjatkannya - agar memiliki Mia, seumur hidupnya.
Tepat pada hari Pernikahan Mia
Mia     : Aku mengundang Ryan juga, nggak masalah kan?
William : (Menggeleng) Kehadiran Ryan disini juga membawa sebuah doa untuk kita. Dia adalah lelaki yang sangat baik, Mia.Â
Mia     : Aku tahu. Semoga ia mendapat wanita yang lebih baik dari aku.
William : Doakan itu pada saat pernikahan nanti, di dalam hatimu.
Mia      : (Mengangguk)
Pernikahan berjalan dengan lancar. Mia dan Willian heran hingga saat tamu terakhir yang menyalami, mereka bahkan tidak melihat Ryan.
Keesokan harinya, Mia dan William mendatangi rumah Ryan. Dan mereka mendapati kabar yang mengejutkan. Ryan terkena penyakit cancer stadium 2. Mia menangis di pundak William. Dan ternyata Ryan mengetahui vonis cancer itu di hari yang sama saat Mia memutuskan hubungan keduanya.
William berusaha menenangkan Mia yang  hampir pingsan karena menangis terlalu lama dan terisak-isak.
Mia      : Apa dia akan mati, sayang?
William : Hussh.. jangan begitu. Kita harus menguatkannya.
Mia      : Mungkin ia tidak mau melihatku lagi. Aku meninggalkannya saat ia sedang membutuhkan seseorang.
William : (mengangguk) karena itulah kita harus ada disana untuk menguatkannya.
Perasaan William tetap tenang, saat ia mendengar isakan tangis Mia untuk seorang mantan kekasihnya, diumur pernikahan mereka yang masih sehari. Ia tahu, ia sadar bahwa istrinya dan Ryan juga memiliki ikatan yang terjalin selama 8 tahun ini. Ia tidak bisa pungkiri dan tidak mau ambil pusing tentang itu. Dan ia sadar ikatan yang terbentuk oleh waktu itu adalah Kasih, bukan cinta.
..bersambung..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H