JIKA Irak disematkan label sebagai negeri 1001 malam, maka layak dan pantas untuk negara plus enam dua (baca: Indonesia) kita sematkan label negeri 1001 bencana.
Ya, beragam bencana pernah menghampiri Indonesia, mulai dari gempa, Tsunami, Liquefaksi, banjir, kebakaran hutan dan beragam macam bencana lainnya.
Dari beragam bencana yang saya sebutkan itu, ada bencana yang seakan menjadi langganan dari tahun ke tahun. Sebut saja bencana kebakaran hutan, yang beberapa tahun terakhir terus mengintas kita masyarakat Indonesia.
Dan yang menjadi ironi adalah, meski sudah terjadi dari tahun ke tahun, bagi pemerintah kita, seperti tak ada pelajaran yang bisa diambil dari bencana menyengsarakan ini. Â Sepertinya saat hujan tiba, semua bencana itu dilupakan dengan begitu saja. Tahun berikutnya ya terulang lagi, tiba hujan lagi, lalu pemerintah lupa lagi. Begitulah yang terlihat dan terjadi terus menerus. Â
Padahal asap sudah mencekik seluruh sistem pernafasan masyarakat. Namun pemerintah yang di pusat, masih menyiratkan bahasa yang seolah musibah itu "masih biasa". Setidaknya terlihat dari gelagat mereka yang disiarkan oleh media massa, baik media massa lokal maupun media massa nasional.
Kebakaran hutan kali (dipastikan)memang luar biasa, dan mendapat porsi perhatian yang lebih dari masyarakat Indonesia. Betapa tidak? Sebagian besar langit Indonesia hari ini dibalut oleh kabut asap, sebagai efek dari terbakarnya hutan. Kebakaran hutan yang terjadi di wilayah Riau, Jambi dan Kalimantan itu berhasil mengantarkan asap hingga ke penghujung Barat Indonesia, yakni Aceh.
Ya, langit Aceh mulai sepekan terakhir ini sudah berkabut. Dilansir dari detiknews.com (23/09/2019), seluruh daerah di Provinsi Aceh hari ini diselimuti kabut asap kiriman dari kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di beberapa wilayah di Sumatera. Kabut asap di Tanah Rencong mulai tampak sejak pagi tadi. Langit Kota Banda Aceh, yang menjadi ibukota provinsi Aceh --yang terletak diujung pulau Sumatera, hari ini tampak diselimuti kabut asap. Suasana terlihat seperti mendung.Â
Karena itu jangan heran pula, bila di beberapa wilayah yang terkena asap itu, masyarakatnya melakukan protes dengan beragam macam tulisan. Yang terkadang  tulisan tersebut cukup membuat kita tersenyum ditengah deraian air mata (karena musibah).
Ya, misalnya kalimat yang dipopulerkan oleh para bujangan, berikut ini: kabut semakin pekat, dan jodoh semakin tidak terlihat; banyak asap, jodoh semakin tidak terlihat, dan beragam macam kalimat satire lainnya. Tentu wajar sih bagi mereka, di mana jodoh menjadi sebuah problema yang belum ditemukan solusinya. Tapi, bencana asap datang, yang tentunya membutuhkan solusi dalam segera.
Namun demikian, kita tidak boleh putus harapan dan berdiam dengan hanya mengutuk keadaan. Mari kita berdoa, semoga musibah asap ini cepat berakhir dan para pejabat terbuka pintu hatinya untuk mengatasi musibah tahunan ini.
Dan juga, semoga pemerinta kita berani dalam bertindak untuk memberikan hukuman pada perusahan atau para korporat yang tega membakar hutan kita. Sebab, konon, kebakaran hutan kita disebabkan oleh keserakahan para korporat-korporat yang minus moral. Yang di benak mereka hanya terpikirkan bagaimana caranya agar dompet terus tebal. Nyanban
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H