Mohon tunggu...
Empuss Imut
Empuss Imut Mohon Tunggu... -

lama banget ga nulisss.... :(

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Di Balik Kisah Tanah Air Beta

14 Juni 2010   04:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:33 1175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

[caption id="attachment_168328" align="alignleft" width="229" caption="carlos n merry "][/caption]

Referendum Timor Timur, 11 tahun yang lalu, menyisakan banyak kisah. Banyak keluarga yang terpisah, sebagian tetap berada di negara baru itu, sebagian lagi memilih mengungsi, meninggalkan tanah kelahiran.

Seorang ibu muda, Tatiana, adalah salah seorang dari para pengungsi. Tatiana hidup di pengungsian bersama putrinya merry, dan terpisah dari anak laki-lakinya Maoro yang masih berada di Timor Leste. Bertahun-tahun terpisah, Tatiana tak pantang menyerah mencari Maoro. Mencoba mencari bantuan kepada para relawan. Ketika kesehatan Tatiana mulai berkurang, Merry, putri kecilnya yang masih berumur 10 tahun nekad melanjutkan pencarian. Merry pergi sendiri hingga ke perbatasan Timor Leste-Indonesia, wilayah yang cukup jauh dari Kupang, sekitar 7 hingga 8 jam perjalanan. Merry berjuang mencari kakaknya sendiri, karena dia ingin menyatukan keluarganya kembali. Karena dia tau, mamanya sangat kehilangan Maoro, karena mamanya dan dia sangat menyayangi Maoro...

Begitulah kisah singkat 'Tanah Air Beta', film terbaru garapan pasangan Ari Sihasale dan Nia Zulkarnaen yang akan segera premier pada 17 Juni 2010 ini. Sebuah film yang dilatarbelakangi kehidupan pengungsian di Atambua, Nusa Tenggara Timur, dan diilhami dari sebuah kisah nyata seorang wanita eksodus dari Timor Timur pasca referendum.

Tatiana, wanita pengungsi dari Timor Timur itu diperankan oleh artis cantik berdarah Italia-Malang, Alexandra Gottardo. Sedang putri kecil Tatiana, Merry, diperankan oleh Griffith Patricia, seorang wajah baru diperfilman Indonesia. Selain itu Tanah Air Beta didukung pula oleh artis-artis kawakan, seperti Lukman Sardi sebagai Lukman, seorang relawan, Asrul Dahlan sebagai Abu Bakar, seorang keturunan Arab yang telah tinggal turun temurun di Timor Timur, Robby Tumewu sebagai Ko Ipin, Thessa Kaunang sebagai Ce Irene, Yehuda Rumbindi, sebagai Carlo Gomez, teman Merry, dan sang sutradara sendiri, Ari Sihasale yang berperan sebagai Dr. Joseph.

Selain pemain inti yang diboyong langsung dari Jakarta, Tanah Air Beta juga melibatkan para pengungsi Atambua sebagai supporting talent. Termasuk untuk anak-anak sekolah, teman-teman Merry, para tetangga di pengungsian, sampai adegan ribuan orang pengungsi, semua didukung oleh para pengungsi asli.

[caption id="attachment_168479" align="alignright" width="300" caption="reka ulang suasana eksodus pasca referendum"][/caption]

Melibatkan para pengungsi asli dalam sebuah film yang berkisah tentang masa lalu mereka, tak ayal membuat mereka merasakan seolah-olah berada pada masa itu. Mereka tampil natural, mengikuti apa yang mereka rasakan dan menjadi diri sendiri. Dan hasilnya, ketika dalam film terdengar suara tangis, itu adalah benar-benar tangisan seorang anak, benar-benar tangisan para orangtua. Tangis kesedihan dan kemarahan.

Bahkan tak jarang pula ada yang menganggap bahwa apa yang mereka lakukan pada saat syuting itu adalah sungguhan. Lukman Sardi, yang berperan sebagai relawan, di tengah-tengah berlangsungnya syuting, didatangi oleh seorang ibu yang melaporkan keluarganya yang hilang. Sang ibu pun memberikan identitas lengkap keluarga yang hilang dan meminta bantuan Lukman untuk mencari keluarganya itu. Sang ibu tak peduli pada kamera yang sedang on di depannya. Dan Lukman pun hanya bisa bengong dan shock. Adegan di luar skenario itu dibiarkan tanpa cut, sang ibu tetap dilayani.

Tanah Air Beta adalah sebuah karya yang mengangkat kisah nyata dari serpihan sejarah pasca lepasnya Timor Timur dari Indonesia. Namun kehidupan para pengungsi dari Timor-Timur yang memilih tetap bergabung dengan Indonesia itu tidak lebih baik dibandingkan sebelum masa referendum.

Bagaimana sesungguhnya keadaan di sana? Alexandra Gottardo, pemeran Tatiana sang tokoh utama, menggambarkan perasaannya yang miris ketika berada di sana. Daerah pengungsian itu sangat tidak layak apalagi dibandingkan dengan zaman modern saat ini. Seperti manusia yang tidak dimanusiakan. Dari rumah yang masih beratap jerami, beralas tanah dan bertembok kayu, hingga dari segi kesehatan, pendidikan dan lain-lain yang sangat minim sekali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun