Para pengguna commuter line pasti tahu antara Cikini -Gondangdia terdapat aneka ragam kuliner. Dari yang tersaji di warung kaki lima hingga restoran ternama. Dari masakan tradisional hingga modern. Banyak pilihan yang bisa dinikmati setiap hari.Â
Namun di antara sekian banyak kuliner tersebut, terdapat beberapa kuliner legendaris yang sudah ada sejak puluhan tahun, bahkan ada yang berdiri sejak zaman Belanda. Wah, sebagian dari kita belum lahir, kuliner itu sudah eksis. Apa saja kuliner itu?
Kebetulan Sabtu lalu, saya dan anggota komunitas Koteka bersama teman-teman yang terpilih dalam giveaway Country choice dan Wisata Kreatif Jakarta, menyusuri jalan Cikini -Gondangdia untuk melihat langsung kuliner tersebut. 50 orang dibagi dalam tiga kelompok. Anggota Koteka menjadi satu kelompok sendiri.Â
Kami diajak melewati jalan Cut Meutia. Guide dari WKJ menerangkan bahwa di sini ada sop buntut yang sangat enak dan terkenal. Dulunya bernama Sop buntut Semesta, sekarang berubah menjadi sop buntut Cut Meutia. Harganya semangkuk Rp. 50.000,-Â
Kenapa sop buntut itu enak? Karena kokinya adalah mantan chef hotel Borobudur yang terkenal dengan sop buntutnya. Padahal sop buntut hotel Borobudur itu mahal lho. Tiga kali lipat dari harga sop buntut di Cut Meutia.
Masjid Cut Meutia sendiri tadinya adalah gedung arsip Belanda. Jika kita melihat tulisan di bagian atas, masih asli. Itulah inspirasi nama dari gado-gado Boplo.Â
Roti LauwÂ
Roti ini dahulu menjadi salah satu pilihan saya lho. Sewaktu saya mahasiswa sering membeli roti ini untuk bekal. Ukuran roti cukup besar dibandingkan dengan roti biasa. Toko roti ini ada di depan stasiun Gondangdia.Â
Roti Lauw sudah ada sejak tahun 1940, masih penjajahan Belanda. Pendirinya adalah Lau Tjoan To. Dahulu pabriknya juga di kawasan ini. Sekarang telah berpindah ke wilayah Pulo Gadung. Hanya toko rotinya yang dipertahankan di sini.Â
Roti ini cukup murah, hanya Rp.8000 saja. Saya senang makan roti keju dan roti Gambang. Apalagi jika dinikmati bersama secangkir kopi. Pas banget.
Toko Jamu WarisanÂ
Setelah makan roti, kami berpindah ke pasar Gondangdia. Di sini terdapat toko Jamu Warisan. Segala macam jamu ada di sini. Jamu segar yang ada di dalam botol merupakan produk sendiri. Ternyata pemiliknya merupakan warga Depok. Pemilik toko Jamu ini sudah generasi kedua. Toko Jamu ini berdiri sejak tahun 1960.Â
Kami mencicipi segelas kecil jamu. Lalu masing-masing juga diberi oleh-oleh sebotol jamu. Saya menerima jamu kunyit. Sebagaimana diketahui, kunyit sebagai obat tradisional pembunuh virus dan juga mengobati lambung.Â
Satu botol jamu, varian apapun, baik itu kunyit, asem, beras kencur, harganya Rp.15.000,- . Harga ini hampir sama di wilayah Jabodetabek.Â
Toko Kopi LuwakÂ
Semula namanya adalah Toko Kenari. Perubahan nama terjadi pada saat kopi luwak booming. Â Perubahan ini dimaksudkan agar rezeki kopi lancar seperti kopi luwak.Â
Gedung toko kopi Luwak sudah dibangun sejak tahun 1930. Namun mulai menjadi toko kopi sejak tahun 1970. Koh Lun yang ramah bercerita tentang kopi yang dijual di toko tersebut.
Koh Lun memperagakan cara menggiling biji kopi hingga menjadi bubuk. Mesinnya masih tradisional, yang masih berfungsi dengan baik. Selain kopi asli Arabika dan Robusta, ada juga kopi jagung yang berasal dari Jawa Timur. Kopi jagung lebih murah harganya.
Kami diberi oleh-oleh kopi sebungkus kecil, mungkin sekitar satu ons. Lumayan buat ngopi di rumah. Harumnya membangkitkan semangat.Â
Es krim TjanangÂ
Destinasi terakhir adalah es krim Tjanang. Nah, es krim ini dibuat karena banyak yang merindukan es krim ala Belanda ini. Berdiri pada tahun 1960, es krim ini menjadi favorit Presiden Sukarno dan Presiden Suharto. Es krim Tjanang ini memang memiliki cita rasa yang khas dan berbeda.
Lokasi es krim Tjanang ada di dalam hotel Cikini. Di depan yang terlihat adalah outlet Indomaret. Tetapi ketika kita masuk ke lobby hotel, di sana terdapat es krim Tjanang. Masing-masing kami mencicipi satu buah dengan pilihan rasa berbeda. Ada rasa kopyor, nangka, dan sebagainya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H