Beberapa hari yang lalu, saya dan teman-teman Kompasianer Air melakukan kunjungan ke Lakespra Dr. Saryanto yang lokasinya di Jalan MT Haryono. Jadwal kunjungan pagi membuat perjuangan naik kereta lebih berat. Â Untunglah tempat ini tidak jauh dari stasiun Cawang.Â
Pukul delapan pagi saya sudah mendarat dan bergegas menuju lokasi. Di depan gerbang telah menunggu Pak Taufik Uieks. Kami lalu izin ke pos jaga, lalu diarahkan ke gedung HPO berdasarkan petunjuk Pak Riswan. Di sana kami disambut ramah oleh jajaran pimpinan Lakespra Dr Saryanto.
Bina kelas
Jadwal pertama, kami mengikuti bina kelas bersama para penerbang TNI AU. Penerbang atau pilot ini, ada yang khusus pesawat tempur, ada pilot helikopter dan ada juga pesawat Hercules. Semua harus menjalani pemeriksaan kesehatan yang sama.Â
Bina kelas diisi oleh dr. Endah Wiranto SpKP. M.Han, Kabag Mineral  Aero fisiologi. Bu Endah menerangkan akibat dari kekurangan oksigen jika pesawat telah mencapai ketinggian tertentu. Semakin tinggi pesawat, semakin berkurang oksigen.  Kondisi ini disebut Hipoksia.
Gejala hipoksia antara lain, pusing, sesak nafas, lemas, nyeri kepala, mengantuk, euforia, kesemutan, mati rasa hingga penglihatan kabur. Namun yang berat adalah meningkatnya jumlah atau pun kedalaman pernafasan, sianosis atau membiru, denyut jantung  meningkat, gangguan koordinasi, sampai hilang kesadaran.Â
Di sinilah pentingnya bagi penerbang untuk mengetahui bagaimana cara mengatasi gejala tersebut. Misalnya disbarisme merupakan gejala akibat perubahan tekanan pada tubuh. Tekanan itu pula yang memberi efek pada telinga ketika kita sedang terbang meninggi.Â
HPO
Selesai bina kelas, para peserta turun ke lantai dasar, di ruang HPO ( Hypobaric and Rapid Decompression Chamber) yang merupakan replika kabin pesawat buatan Austria tahun 2019. Tetapi jendela merupakan monitoring operator dari luar. Â Peralatan yang mengondisikan ruangan seolah berada pada ketinggian.Â
Di dalam, para penerbang harus menggunakan masker lengkap dan diperiksa tekanan darah. Kolonel Dr. Erna, Kadep Aero fisiologi, menjelaskan operasional ruangan tersebut. Â Kami dipersilakan masuk juga ke dalam untuk melihat dan duduk sebentar sebelum simulasi dimulai. Simulasi ini hanya diikuti oleh para penerbang.Â
Kami melihat dari ruang monitor saja. Di sini diperlihatkan ketinggian pesawat, dan juga ketika pesawat menghadapi berbagai macam situasi. Seperti tekanan udara dan temperatur yang berubah-ubah. Jika tubuh penerbang kurang fit, maka ia akan mengalami pusing.Â
Selain Dr. Erna, ada juga Pak Jamas Rahadi (Kabag DO) yang mendampingi kami ke beberapa tempat di Lakespra dan Pak Toro yang mengawasi operasional peralatan HPO. Para penerbang menjalani simulasi ini sekitar setengah jam.Â
Night Vision TrainerÂ
Tanpa menunggu semua penerbang selesai simulasi, kami dibawa ke ruangan Night Vision Trainer. Ruangan ini mirip bioskop dengan suasana yang sangat gelap karena latar belakangnya juga hitam. Tapi bukan horor, melainkan untuk melatih penglihatan.
Ruangan gelap ini merupakan simulasi penglihatan di malam hari. Misalnya jika pilot menerbangkan pesawat pada saat malam gelap gulita, apalagi tanpa cahaya di langit. Maka mata pilot harus terlatih melihat dalam kegelapan. Tapi kami hanya sebentar di ruangan ini karena butuh waktu lama jika mengikuti simulasi.Â
Basic Orientation TrainerÂ
Selanjutnya kami ke ruangan BOT dan AOTÂ di gedung yang berbeda. Tempatnya kalau dari luar seperti gudang besar. Tapi ternyata di dalamnya ada peralatan canggih yang baru pertama kalinya saya lihat.Â
Di sini dilakukan simulasi yang melatih penerbang untuk tetap berkonsentrasi di langit. Ada sebuah replika helikopter (tapi bagi saya lebih mirip pesawat ruang angkasa seperti yang ada di film). Tidak begitu besar, hanya untuk dua penerbang.Â
Setelah pilot masuk ke dalam, pesawat itu berputar perlahan. Nah, di dalam pesawat yang terlihat di layar penerbang adalah suasana langit atau angkasa. Operator di bawah yang mengubah-ubah suasana tersebut. Termasuk keadaan cuaca yang semula tenang kemudian ada badai. Bagaimana mengendalikan pesawat dan mendarat dalam keadaan darurat.Â
Di angkasa, kadang mata pilot terpengaruh oleh ilusi akibat sinar matahari dan sebagainya. Karena itu pilot harus mempercayai apa yang diberitahukan oleh layar monitor. Selain itu ketenangan adalah kunci dalam menghadapi berbagai situasi.Â
Kursi lontarÂ
Kemudian kami diajak Pak Jamas ke ruang simulasi kursi lontar atau Ejection Seat Trainer. Tahu dong, kalau pesawat tempur mengalami masalah, pilot harus menyelamatkan diri dengan kursi lontar, keluar dari pesawat. Dengan menekan tombol tertentu, kursi akan terlepas dan terlontar.
Sebenarnya simulasi ini mudah dan tidak menyeramkan karena kursi hanya tertarik ke atas setinggi dua meter. Hal yang ditekankan adalah melakukan prosedur yang benar, baik itu belt maupun helm yang harus menempel di sandaran kepala belakang. Kalau ada yang tidak tepat, maka kursi tidak akan terlontar.
Kali ini kami diberi kesempatan untuk mencoba. Kompasianer Ameliya yang bersedia menjajal kursi lontar itu. Beberapa kali gagal karena posisi yang kurang tepat. Setelah itu baru sukses.Â
HUETÂ
Tempat ini berupa kolam renang sedalam lima meter. Di pinggir ada replika helikopter yang akan ditenggelamkan ke dalam air. Helikopter itu digerakkan oleh mesin pengangkat di sebelahnya.Â
HUET (Helicopter Under Water Escape Trainer) merupakan pelatihan di mana para penerbang menghadapi keadaan saat helikopter terpaksa nyemplung ke air. Mereka harus bisa menyelamatkan diri sebelum helikopter tenggelam sepenuhnya.Â
Di sini kondisi penerbang juga harus fit karena setidaknya bisa menyelam dan berenang ke daratan terdekat. Bayangkan jika helikopter jatuh ke lautan luas, tentu tidak mudah. Namun latihan ini tidak saya ikuti karena hari kedua, flu saya bertambah berat.Â