Sebagai seorang yang hobi berpetualang, saya ikut menjadi anggota kompasianer air, komunitas yang baru dibentuk tahun ini. Soalnya sebagian perjalanan saya, tentu juga menggunakan pesawat terbang untuk ke tempat-tempat yang jauh, di luar pulau Jawa atau bahkan ke luar negeri.
Namun kompasianer air tidak hanya mengulas tentang perjalanan, melainkan seluk-beluk beluk mesin pesawat. Lebih jauh lagi, juga tentang bandara yang ada di Indonesia serta armada TNI Angkatan Udara. Nah ini yang membuat Kompasianer Air sangat istimewa. Meskipun tidak banyak orang yang berkecimpung di bidang ini, secara pribadi saya sangat tertarik karena menambah ilmu pengetahuan tentang aviasi.Â
Dengan bidang yang sangat spesifik, tentu saja komunitas ini tidak mudah mengadakan aktivitas sebagaimana komunitas lain. Beberapa kegiatan memang pernah dilakukan secara online. Tetapi Sabtu tanggal 23 Desember lalu, akhirnya mengadakan kegiatan offline yaitu kunjungan ke Lanud Halim Perdanakusuma.
Boleh dikatakan ini adalah kunjungan yang eksklusif. Karena tidak sembarang  orang bisa masuk ke kawasan Halim yang diketahui merupakan basis dari TNI Angkatan Udara. Komunitas Kompasianer air telah melayangkan surat izin terlebih dahulu melalui mantan Kepala Lanud Halim Perdanakusuma, Marsma Teo Tarigan yang juga adalah pembina komunitas ini.Â
Alhamdulillah, pada hari yang ditentukan, admin dan anggota yang terdaftar sebagai peserta kunjungan, telah diterima dengan baik. Saya berbarengan dengan Efa Butarbutar, Emma Malika dan Fenni Bungsu naik kereta turun di stasiun Cawang, lanjut mobil ojek online ke titik pertemuan di gereja Okuimene Halim. Â Ternyata Denik tiba lebih dahulu karena dia menggunakan motor.
Pak Teo Tarigan datang kemudian, lalu disusul Pak Taufik Uieks. Mereka membawa kendaraan yang akan digunakan bersama-sama. Fitri Apriyani datang dengan ojol, serta mas Kamil, admin Kompasiana. Rombongan terakhir yang datang adalah Kevin dan keluarga , serta Sharfina, yang juga admin Kompasiana.
Kami, rombongan dengan tiga mobil beriringan masuk melalui gerbang yang dijemput oleh Ilham, prajurit TNI AU. Dia mengarahkan kami ke tempat-tempat tujuan. Mas Ilham menjadi pemandu kami di kawasan Lanud Halim.
Sejarah Lanud Halim
Sebelumnya kita mengenal dulu secara singkat sejarah Lanud Halim ini. Pada konferensi Meja Bundar di Den Haag Belanda 23 Agustus 1949, pangkalan udara Cililitan diserahkan kepada Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI). Â Tetapi upacara penyerahan dilakukan pada 20 Juni 1950 di base operasional pangkalan udara di Cililitan.Â
Tiga hanggar yang turut disertakan termasuk Skadron udara 31, perkantoran, gudang-gudang, rumah sakit dan perumahan. Nama Cililitan diganti dengan nama seorang pahlawan TNI AU, Â Marsekal Muda A. Halim Perdanakusuma, berdasarkan SK KSAU No. 76 Tahun 1952.Â
Luas Lanud Halim 1700 hektar dengan landasan pacu 3000 meter. Sejak 1977 sampai sekarang dipimpin oleh 33 perwira tinggi TNI AU. Tiga di antaranya berhasil menjadi KSAU, Marsekal TNI Soekardi, Marsekal TNI Siboen dan Marsekal TNI Sutria Tubagus.Â
Lanud Halim Perdanakusuma merupakan pangkalan udara terlengkap, memiliki satu organisasi Wings, tiga Skadron udara dan satu Skadron teknik. Selain itu juga ditempati 20 satuan lain TNI. Lanud Halim Perdanakusuma merupakan pintu masuk dan keluar tamu-tamu VIP/VVIP atau tamu-tamu kenegaraan. Tidak heran jika penjagaannya sangat ketat.
Skadron 17
Tempat yang pertama kami datangi adalah Skadron udara 17. Ini adalah Skadron yang melayani penerbangan khusus VIP/VVIP Â seperti RI 1, Â RI 2 dan SAR terbatas. . Baru-baru ini Skadron 17 dilengkapi armada pesawat Falcon 8X dan 9X. Boleh dikatakan inilah Force one -nya Indonesia.
Seorang penerbang TNI AU menyambut kami. Dia menjelaskan secara singkat mengenai Skadron udara 17. Operasional Skadron udara 17 di bawah naungan kementerian Sekretariat Negara. Ada 18 penerbang yang melakukan tugas secara bergantian. Kereta kencana menjadi lambang Skadron udara 17.Â
Saat ini ada pesawat jenis Boeing B-737 400, C 130 Hercules, dan Fokker P27 Friendship. Dahulu juga mengoperasionalkan helikopter Puma, tetapi sekarang telah dialihkan pada Skadron udara 45.Â
Di area Skadron udara 17, kita tidak boleh sembarangan mengambil foto dan video. Kalau pun ada, tidak boleh dipublikasikan di manapun. Foto-foto hanya boleh menjadi koleksi pribadi.Â
Skadron udara 31
Setelah selesai di Skadron udara 17, kamu melanjutkan tur ke Skadron udara 31. Kalau dilihat letaknya tidak jauh, tapi untuk menuju ke sana harus melalui jalur memutar karena di tengah-tengah adalah jalur penerbangan.
Di hanggar Skadron udara 31, terdapat pesawat Hercules 400-500 yang baru diproduksi pada tahun 2016. TNI AU menerima pesawat Hercules ini tahun 2022 yang lalu. Sambutan yang ramah dari para penerbang membuat kami bersemangat mengekspor pesawat ini.Â
Kapasitas pesawat mampu mengangkut 128 orang. Tetapi jika melakukan evakuasi dengan tandu, bisa diangkut sekitar 96 orang. Sebagaimana biasanya pesawat Hercules ini, tempat duduk hanya memanjang mengikuti badan pesawat. Prajurit yang harus terjun, bisa melalui pintu samping atau juga pintu belakang di bawah ekor pesawat.
Saya sempat ikut masuk ke dalam kokpit, di mana ada tiga kursi. Dua kursi untuk pilot dan co-pilot, serta satu kursi di belakangnya untuk perwira. Saya baru tahu kalau di kokpit ada semacam tempat tidur untuk istirahat pilot dan co-pilot yang kelelahan. Mereka bisa istirahat secara bergantian. Â
Puas mengelilingi pesawat Hercules ini, kamu masuk ruangan sejarah berdirinya Skadron udara 31. Di sana terpampang perjalanan Skadron udara 31 dalam bingkai-bingkai foto yang tergantung di dinding.
Skadron udara 31 sama dengan Skadron udara 17, cukup ketat. Kita boleh mengambil foto untuk kenang-kenangan saja, tapi jangan sampai disebarluaskan kepada umum. Area ini juga sangat terlarang.Â
Skadron udara 2
Setelah itu kamu menuju Skadron udara 2, yang juga cukup dekat. Ada tiga pesawat Hercules yang berada di Hanggar. Tapi ukurannya tentu tidak sebesar pesawat Hercules di Skadron udara 31. Pada salah satu pesawat yang terbuka, kami diperbolehkan masuk.
Secara umum, fasilitas di pesawat Hercules ini mirip dengan Hercules 400-500 , hanya saja lebih kecil dan kurang lengkap. Kokpit lebih sempit dan toilet juga kecil. Tetapi sebagai armada pesawat tempur, kemampuannya tidak diragukan lagi.Â
Di sini  kami bertemu dengan penerbang perempuan bernama Yustika. Dia baru lulus tahun 2022. Sangat jarang ada penerbang perempuan, karena seleksinya sangat ketat. Siapa yang berhasil tentunya memiliki kriteria yang ditetapkan oleh TNI AU.Â
Skadron udara 45
Nah, ini adalah tujuan kami yang terakhir. Di hanggar Skadron udara 45 terdapat pesawat kepresidenan yang digunakan oleh RI 1 untuk kunjungan kenegaraan. Saya merasa takjub dapat berada di tempat ini. Seandainya saja saya bisa naik pesawat ini mendampingi presiden RI.Â
Pesawat tersebut sebetulnya dioperasikan oleh Skadron udara 17. Namun pesawat tersebut dititipkan di Skadron 45. Kedua hanggar ini sama-sama berada di bawah naungan kementerian Sekretariat Negara Indonesia.
Selain pesawat, ada tiga helikopter Puma, salah satunya sedang menjalani perawatan. Kamu mendapatkan uraian singkat mengenai Skadron 45 di sebuah ruangan khusus.Â
Di tempat ini juga terlarang untuk mengambil foto kecuali untuk koleksi pribadi. Apalagi ini menyangkut kendaraan yang digunakan orang nomor satu di Indonesia, tentu harus dijaga kerahasiaannya demi keamanan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H