Bisnis properti adalah bisnis yang harus dilakukan dengan perencanaan yang matang dan perhitungan yang seksama. Jika tidak, maka lubang kegagalan akan mengancam. Dan itu berarti membakar uang, bangkrut dalam sekejap.Â
Kakak saya, yang berada di Tanjung Pinang, pulau Bintan, Kepulauan Riau pernah menggeluti bisnis properti. Sebagai provinsi yang sedang berkembang, banyak perumahan yang sedang didirikan. Kakak saya membuat perusahaan properti milik keluarga.Â
Rencananya, kakak saya membangun perumahan skala kecil, di bawah 50 unit. Ini disesuaikan dengan modal yang tersedia. Tanah sudah ada, investasi sejak bertahun-tahun sebelumnya. Kemudian kakak saya juga memiliki pabrik batako. Semua dekat rumah, jadi bisa dipantau oleh kakak.
Untuk mempercepat pembangunan, kakak ipar memutuskan membeli peralatan berat seperti buldozer, excavator, dll. Hal ini dengan pertimbangan supaya lebih efektif. Selain itu juga, sekiranya perumahan ini sukses, maka akan dilanjutkan dengan tahap kedua. .Â
Namun karena harga peralatan berat itu sangat mahal, maka kakak ipar akhirnya membeli yang sudah bekas. Supaya dana yang ada dimaksimalkan untuk membangun perumahan tersebut. Maklum, harga barang baru dengan barang bekas, sangat jauh bedanya.Â
Di sinilah letak kesalahannya yang cukup berakibat fatal. Kakak ipar bukan orang yang paham mesin-mesin peralatan berat sehingga dia tidak tahu apakah mesin-mesin itu berfungsi dengan baik. Ia terlalu mempercayai apa yang dikatakan penjual mesin bekas.Â
Merugi
Peralatan berat tersebut ternyata sudah soak, sering ngadat. Padahal ada target waktu yang sedang dikejar untuk menyelesaikan pembangunan. Tetapi karena mesin itu sering mogok, maka pembangunan menjadi tersendat-sendat.Â
Mesin tersebut berulang kali harus diperbaiki di bengkel khusus. Dan ini menyedot dana yang tidak sedikit. Modal yang seharusnya digunakan untuk membeli bahan-bahan bangunan lainnya, menjadi tumbal mesin yang tidak berfungsi. Pembangunan perumahan akhirnya mangkrak, tidak dapat diselesaikan karena kehabisan dana.Â
Karena kesal, dan daripada membuang-buang uang untuk mesin jelek, maka kakak ipar menjual peralatan berat tersebut. Harga yang ditawarkan juga jatuh, cuma separuhnya. Bisnis properti tak semudah yang dibayangkan.
Sebenarnya , untuk menghindari pembiayaan tinggi karena alat berat bisa disiasati. Tidak ada keharusan untuk membeli peralatan berat tersebut. Toh, tidak selamanya akan berkutat di bisnis ini. Membangun perumahan bisa  menggunakan peralatan sewa. Hal ini yang tidak diketahui kakak ipar.Â
Memang kalau di daerah, agak sulit untuk menemukan penyewa peralatan yang kredibel. Namun kalau di pulau Jawa, justru menjadi pilihan yang menarik. Terutama bagi developer pemula, yang masih membuka perumahan skala kecil.Â
Kakak ipar saya sudah kapok, tak mau menjalankan bisnis properti lagi. Tetapi mungkin darah bisnis mengalir pada anaknya. Salah satu anaknya (keponakan saya) yang hijrah ke Depok, sekarang juga menggeluti bisnis properti.Â
Tentu saja keponakan saya tidak mau melakukan kesalahan yang sama dengan ayahnya. Dia cukup cerdas dan cermat dalam perhitungan. Pertama, dia  memulai dengan menjadi sales perumahan. Setelah berhasil, dia mengumpulkan modal membangun perusahaan bersama beberapa sahabat.Â
Keponakan saya membuat perumahan harganya yang terjangkau, tipe 36. Perumahan skala kecil, tidak lebih dari 10 unit. Perusahaan patungan itu tidak membeli peralatan berat, tapi menyewa sesuai kebutuhan. Sehingga tidak ada kerugian dalam proses pembangunan. Misalnya menyewa di scanina. Harga terjangkau dan terpelihara dengan baik. Di sini bisa juga jual alat berat bekas, jual excavator, sewa excavator, lengkap dengan harga excavator.Â
Setelah perumahan tersebut terjual seluruhnya, baru melangkah membuat perumahan di tempat lain. Juga dalam skala kecil. Keponakan saya memang berhati-hati dan tidak tergesa-gesa ingin meraih sukses. Semua butuh proses, Â hanya perlu kesabaran dan ketekunan.
Kini keponakan saya telah membangun beberapa kompleks perumahan di berbagai kawasan. Lokasinya tidak terlalu jauh, masih di wilayah Depok yang terus berkembang.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI