Untuk pertama kalinya setelah dua dekade, pemilihan umum di Turkiye harus dilaksanakan dua kali. Pada gelaran pemilu yang berlangsung 14 Mei lalu, incumben Presiden Erdogan tidak berhasil mencapai perolehan suara maksimal. Dia meraih 49, 47% suara. Sedangkan pesaing utamanya Kemal Kilicdaroglu meraup 44, 82% suara.Â
Ada dua kandidat lain, tetapi perolehan suara tidak seberapa. Mereka adalah Sinan Ogan, yang mengumpulkan 5,17 % suara dan Muharrem Incie sebesar 0,44% suara. Kedua orang ini didukung oleh Aliansi Ata. Sementara Erdogan berasal dari Aliansi rakyat dan Kilicdaroglu dari Aliansi Nasional.Â
Mengapa perolehan suara Recep Tayyip Erdogan tidak mencapai lebih dari 50% di putaran pertama? Apakah kepercayaan rakyat terhadap dia sudah menurun? Tidak juga. Ada beberapa faktor lain yang ikut memengaruhi situasi politik di Turkiye. Salah satunya adalah meningkatnya penganut sekuler di kalangan generasi muda.Â
Kebangkitan Sekulerisme
Perlu diketahui, Kemal Kilicdaroglu adalah pemimpin partai CHP yang beraliran sekuler. Dia terpilih sebagai ketua sejak tahun 2010. Sejak itu Kilicdaroglu berusaha membangkitkan sekulerisme agar berjaya kembali seperti pada masa kekuasaan Kemal Attaturk.Â
Erdogan merupakan tokoh yang menegakkan agama Islam setelah berpuluh tahun diabaikan. Penguasa sekuler melarang penduduk muslim menjalankan ibadah salat, kecuali bagi orang-orang miskin. Penggunaan jilbab atau hijab bagi kaum wanita juga dilarang. Sebelum Erdogan mengambil alih tampuk pemerintahan, mahasiswi harus menggunakan rambut palsu agar bisa kuliah karena larangan tersebut.Â
Kerja keras partai CHP adalah melakukan agitasi dan propaganda kepada generasi muda yang notabene tidak mengalami masa sulit dalam kekuasaan sekuler. Mereka terbujuk rayuan CHP karena terlena dengan gaya hidup ala Barat yang tidak terkungkung agama, bebas memakai pakaian dan tidak perlu susah payah melaksanakan perintah dalam agama Islam.Â
Bayangkan, dalam dua dekade, anak-anak yang baru lahir dan kemudian tumbuh remaja, tidak tahu bagaimana pergolakan sebelum Erdogan berkuasa. Sehingga mereka mengira bahwa kehidupan pada masa pemerintahan sekuler jauh lebih baik.Â
Ini hampir sama dengan apa yang terjadi di Indonesia. Ketika ada tokoh Orde Baru yang membujuk generasi Z agar memilih mereka. Tentu kita tahu munculnya meme gambar Soeharto dengan teks "Enak zamanku tho". Â Maka generasi muda yang tidak belajar sejarah, kurang literasi dan malas membaca akan mudah tertipu dengan iming-iming palsu.Â
Begitu pula yang terjadi di Turkiye, di mana generasi muda mengira zaman dahulu lebih menyenangkan daripada sekarang. Agitasi yang dilakukan secara terus menerus membuahkan hasil, generasi muda Turkiye banyak yang bimbang dan akhirnya memilih CHP.Â