Kamu tahu seberapa jauh seorang penulis bisa berkiprah? Dia bisa menjangkau seluruh dunia lho. Mungkin kita ingat pepatah, "Buku adalah jendela dunia". Nah, yang menulis buku berarti adalah orang yang memiliki wawasan dan imajinasi yang luas sehingga mampu membuka mata pembaca melihat sesuatu yang semula asing baginya. Penulis itu bisa saya, anda atau siapa saja yang berada di belantika penulisan.
Namun untuk menjadi penulis yang hebat, tentu butuh proses. Ini merupakan perjalanan Panjang yang harus kita tempuh. Penulis tidak boleh berhenti belajar dan mengasah kemampuannya. Penulis menciptakan karya sambal menimba ilmu dan pengalaman. Begitu pula dengan saya, tak segan belajar dari seorang sahabat yang juga penulis dan sastrawan. Dia adalah Fanny Jonathan Poyk.
Saya dan mbak Fanny (demikian saya menyebutnya), satu almamater di Institut Ilmu Sosial dan Politik Jakarta. Kami sama-sama mengambil jurusan jurnalistik, hanya berbeda tahun masuknya karena mbak Fanny menikah dahulu. Ketika telah memiliki anak, mbak Fanny baru melanjutkan pendidikan di kampus tersebut.
Singkat cerita, Ketika telah berkecimpung di dunia pers, jalur yang ditempuh agak berbeda. Saya cenderung menjadi wartawan politik, sedangkan mbak Fanny menjadi redaktur tabloid Fantasy. Dalam tabloid itu ia bertugas membuat karya fiksi sekaligus menyunting dan mengedit karya fiksi orang lain yang masuk ke meja redaksi. Ya,darah sastra lebih kental pada mbak Fanny karena dia adalah putri pertama dari wartawan dan sastrawan Gerson Poyk, yang telah meraih penghargaan nasional dan internasional.
Kiprah di Belantika Kepenulisan
Sebagaimana sang ayah, mbak Fanny piawai dalam merangkai kata-kata indah dalam karya-karya fiksinya. Sejak remaja, mbak Fanny telah gemar menulis puisi dan cerita pendek. Puisi dan cerpen-cerpen mbak Fanny dimuat di berbagai media cetak hingga sekarang. Bahkan pernah pula dimuat di harian Kompas serta majalah sastra Horison. Karya-karyanya sangat mendalam, terutama ketika mengisahkan kehidupan di Rote, NTT atau di Bali. Perlu diketahui, Gerson Poyk berasal dari NTT, tetapi mbak Fanny menghabiskan masa kecil dan masa remajanya di Bali.
Namun mbak Fanny tidak hanya sebagai seorang penulis. Dia juga kerap diminta menjadi editor dari buku-buku karya orang lain, baik itu buku fiksi maupun buku ilmiah. Penguasaannya terhadap kosa kata dan PUEBI membuat ia sangat cermat dalam mengedit naskah-naskah yang ada di hadapannya. Sebuah fakta yang harus diakui, banyak yang mengaku menjadi penulis tapi tidak paham tentang PUEBI. Bahkan ada saja yang tidak mengerti meletakkan koma dan titik dengan benar.
Mbak Fanny pernah mengelola media internal milik Kemendiknas. Ia juga sering ditugaskan ke berbagai daerah untuk menuliskan sejarah dan potensi daerah tersebut. Selain itu, mbak Fanny diminta pula mengajarkan Bahasa Indonesia dan sastra di sekolah-sekolah, semacam kursus singkat untuk meningkatkan pemahaman terhadap bahasa dan sastra bagi generasi muda. Ini penting, karena bahasa Indonesia adalah bahasa ibu yang harus dikuasai seluruh rakyat.
Di belantika sastra, mbak Fanny menyempatkan diri berkumpul bersama teman-teman sastrawan dalam beberapa komunitas. Komunitas yang diikuti ada yang dari dalam negeri dan ada pula yang berada dalam lingkaran ASEAN. Sastrawan-sastrawan ASEAN kadang menyelenggarakan kegiatan secara bergantian. Mbak Fanny pernah menghadiri perhelatan sastra di negara tetangga, Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam. Ia senang tampil membaca puisi atau cerita pendek.