Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Secangkir Kopi dan Sepotong Kunefe

15 November 2022   14:47 Diperbarui: 15 November 2022   14:51 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kunefe (dok.cengiziskidar)

Tiba-tiba aku menerima pesan melalui Instagram dari seseorang yang sudah aku lupakan. Lelaki yang pernah hadir dalam kehidupanku, mengisi hatiku. Aku heran, mengapa ia bisa mengirim pesan. Rasanya aku sudah memblokir dia di semua media sosial yang aku miliki.

"Lola, izinkan aku bertemu denganmu untuk terakhir kalinya. Ada hal penting yang ingin aku sampaikan," begitu bunyi pesan dari Ozkan.

Aku tidak segera menjawab. Bab tentang dia sudah lama aku tutup. Aku tidak pernah ingin berjumpa lagi dengan lelaki itu. Semua rasa telah musnah semenjak mengetahui dia telah berkhianat.

Sepotong nostalgia terbayang di benakku. Aku akui, dia adalah lelaki yang romantis, sering membuat puisi cinta dan memainkan gitar. Dan yang paling aku suka, Ozkan sangat pandai memasak. Jika aku datang ke rumahnya, dia akan membuatkan Kunefe.

Yup, Kunefe adalah makanan yang paling aku gemari di Turki. Satu loyang Kunefe bisa habis untukku sendiri. Inilah yang membuat aku gagal diet, kue yang sangat padat dengan keju.

Ciri khas Kunefe adalah berlimpah keju mozzarella, baik itu sebagai isi maupun toping. Padahal bahan lainnya juga sudah mengandung kalori tinggi, dengan mentega dan telur serta kacang pistachio. 

Ozkan sangat pandai membuat Kunefe. Biasanya ia akan menyuguhkan bersama secangkir kopi. Dia tahu aku lebih menyukai kopi daripada teh. Kami lalu menikmatinya di balkon apartemen. 

Tapi romantisme itu ternyata tidak hanya untukku. Aku menemukan dia merayu perempuan lain di sebuah grup media sosial. Mereka saling bersahutan dengan mesra. Lalu aku mencari tahu tentang perempuan itu, betul saja Ozkan sering mengirim kata-kata rayuan di linimasanya. 

Sejak itu aku memblokir dia di semua media sosial yang aku miliki. Walaupun begitu, aku masih bisa mengintip akun dia melalui akun lain yang aku samarkan. Ozkan sering menulis status kehilangan diriku dan menyesali perbuatannya. Terlambat, aku sudah hilang rasa.

Oke, tak apalah bertemu. Toh aku sudah tak terpengaruh lagi dengan dia. Aku hanya ingin tahu apa yang diinginkannya. Apalagi dia bilang untuk terakhir kali. 

Lantas aku menjawab pesannya, bersedia menemui dia di sebuah kafe rooftop yang menghadap pantai, tak jauh dari  Hagia Sophia. Kafe yang aku tahu menyediakan Kunefe lezat dan kopi yang enak. Tempat itu juga Ozkan yang pertama mengajak ke sana. 

Pada malam yang ditentukan, aku datang ke kafe itu. Untunglah sedang tidak begitu ramai. Aku memilih meja yang biasa kamu tempati dulu. Belum lama aku duduk, pelayan kafe sudah membawakan kopi dan seloyang Kunefe.

"Ozkan sudah memesan untuk anda," kata pelayan itu menjawab keheranan ku. 

Aku menyesap kopi sambil menunggu kedatangan lelaki itu. Kunefe belum aku sentuh, biar dia saja nanti yang memotongnya. 

Ketika tengah memperhatikan pemandangan Hagia Sophia di kejauhan, aku mendengar suaranya dari belakang.

"Kenapa Kunefe itu belum dimakan?"

Aku menoleh, dia tampak lebih kurus dan pucat. "Aku tunggu kamu, kuatir habis duluan".

Ozkan tertawa. Ia lantas memotong kue itu, menempatkan di piring kecil dan disodorkan kepadaku. Aku mulai menyendok, tak tahan dengan bau harum keju mozzarella. Lelaki itu hanya memperhatikan aku makan.

"Kenapa kamu gak ikut makan?" Dia menggeleng.

Merasa tak enak hati, aku balas memotong Kunefe untuk Ozkan. Ia hanya tersenyum menyambutnya. Potongan Kunefe tersebut hanya diletakkan di hadapannya, di samping cangkir kopinya.

"Lola, aku ingin minta maaf karena mengkhianatimu. Aku tidak sungguh-sungguh dengan perempuan itu. Aku hanya mencintaimu," akhirnya dia berkata.

"Aku sudah memaafkanmu. Tapi itu bukan berarti kita bisa baikan lagi. Aku hanya akan menganggap kamu sebagai teman".

Ozkan menghela nafas,"Aku tahu. Aku cukup tahu diri, yang penting kamu mau memaafkan aku. Jadi aku merasa tenang ".

Aku trenyuh juga melihat dia tampak pasrah. "Aku juga minta maaf jika melakukan kesalahan".

"Kamu tidak pernah salah, Lola. Kamu gadis paling baik yang pernah aku kenal," ia tersenyum.

Beberapa saat keheningan melanda. Ozkan lalu berdiri dengan ragu,"Aku harus pamit, malam ini mau pergi jauh," 

"Lho, kok buru-buru? Kopi belum diminum, Kunefe belum dimakan ".

"Buat kamu saja". Lelaki itu mengulurkan tangannya untuk menyalami tanganku. Aku merasa tangannya sedingin es. 

"Selamat tinggal Lola, jaga dirimu baik-baik". 

Dalam sekelebat ia lepas dari pandangan. Aku termangu sendiri, memperhatikan cangkir kopi dan sepotong Kunefe yang sama sekali tidak disentuh. 

Keesokan harinya, sebuah pesan masuk dari Facebook. Ternyata dari kakak Ozkan. Memang aku masih berteman baik dengan kakaknya tersebut.

Aku membaca pesan itu. "Lola, Ozkan meninggal dunia tadi malam karena kecelakaan beruntun di tol".

Jantungku serasa berhenti berdenyut. "Maafkan dia, Lola. Aku menemukan buku diari yang selalu dibawanya. Di situ tertulis bahwa kamu satu-satunya yang ada di hatinya ".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun