Ternyata, pengrajin batik tidak lagi didominasi oleh Jogja, Solo, Pekalongan dan Cirebon. Batik sudah merambah ke kota Bogor, tepatnya di kampung Neglasari Cibuluh, Bogor Utara. Namanya adalah Kampung Batik Cibuluh.Â
Memang kampung ini terbilang belum lama menjadi produsen batik. Kampung Batik Cibuluh berdiri sejak 24 Agustus 2019, diresmikan oleh walikota Bogor, Bima Arya. Bahkan pada tanggal 9 Juni 2022, Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyempatkan diri berkunjung ke sana.
Saya pun yang sudah sering bolak-balik Bogor baru tahu tentang Kampung Batik Cibuluh. Kampung ini telah ditetapkan sebagai desa wisata andalan kota Bogor. Saya menjadi ingin tahu bagaimana bisa kampung ini "naik kelas".Â
Pandemi Covid 19Â
Beberapa waktu yang lalu saya berkunjung bersama teman-teman ke Kampung Batik Cibuluh difasilitasi oleh Pemkot Bogor. Saya heran dan takjub melihat desa wisata yang terselip di antara pemukiman padat. Seperti apa desa wisata ini? Betulkah dalam perkampungan yang sempit terdapat para pengrajin batik?
Namun hal itu terjawab kemudian ketika saya menyusuri gang-gang di sana. Walau gang yang dilewati kecil tetapi tembok atau dinding pagar dan rumah penduduk tampak cantik menarik. Dinding tersebut tidak dicat biasa, melainkan menampilkan mural dan motif batik.Â
Ada mural yang menggambarkan sejarah kota Bogor sejak abad 18 hingga sekarang. Sedangkan pola dan motif batik, kreasi warga yang menjadi anggota salah satu kelompok pengrajin batik. Desainnya sesuai dengan ciri khas kelompok tersebut.Â
Perjalanan kampung Cibuluh menjadi kampung batik yang berada dalam naungan RW 04 ini cukup singkat. Tentu saja berkat adanya orang-orang kreatif yang berusaha membaktikan diri untuk kemaslahatan bersama, lebih jauh lagi untuk bangsa dan negara Indonesia. Orang-orang inilah yang menyalakan gen kreatif masyarakat. Sebuah langkah yang besar pasti dimulai dari langkah yang kecil.Â
Pandemi Covid 19 merupakan blessing in disguese bagi kampung ini. Seorang gadis muda, Dina Ayu Widyastuti yang kuliah di IPB, tergerak untuk membangkitkan kerajinan batik di kampung Cibuluh. Dia prihatin dengan kondisi perekonomian warga. Karena itu ia berusaha menggali potensi yang ada dengan memberdayakan kaum ibu.Â
Pada mulanya sudah ada satu pengrajin batik yaitu Sri Hartati. Dia mendirikan batik Pancawati pada tahun 2014. Tapi satu pengrajin tidaklah cukup untuk mengubah kampung Cibuluh menjadi kampung batik.Â
Kebetulan Dina pernah mengikuti pelatihan membatik yang diberikan kementerian perindustrian. Lalu dia berusaha agar ibu-ibu di kampung Cibuluh juga belajar membatik. Dengan begitu, ibu-ibu menjadi sumber daya manusia untuk memproduksi batik.
Dua sasaran yang ingin dicapai adalah menjadi produsen batik dan menjadi desa wisata. Satu hal yang perlu dipikirkan, bagaimana menjual batik yang diproduksi para pengrajin. Jika hanya dijual di toko atau pasar, tentu hasilnya akan lama. Karena itu harus ditawarkan kepada para wisatawan. Di sini pentingnya Kampung Batik Cibuluh sebagai desa wisata, agar ada wisatawan yang datang.
Untuk menarik kunjungan  wisatawan  ke kampung batik merupakan tantangan tersendiri.  Soalnya kampung Cibuluh merupakan desa yang padat penduduk. Akses ke dalam kampung hanya gang-gang sempit yang berkelok-kelok. Lalu muncul ide  kampung Cibuluh diubah menjadi kampung tematik. Gang-gang yang ada dibuat cantik dan menarik dengan mural dan motif batik.Â
Galeri batikÂ
Saya mengunjungi rumah-rumah yang dijadikan sebagai galeri batik. Secara keseluruhan , Â ada 40 pengrajin batik yang terbagi dalam 8 kelompok. Kelompok-kelompok itu adalah batik Melangit, Bumiku Batik, Melinda, Pancawati, Sadulur, Ceri M, Kedaung Kujang dan Gaji seri. Karena lahan terbatas, Â maka hanya ada lima rumah yang bisa dimanfaatkan sebagai galeri. Rumah yang pertama adalah dari kelompok batik Pancawati.Â
Seorang ibu juga sedang memperagakan cara membuat batik tulis. Dia membuat pola di atas kain dengan lilin "malam". Pekerjaan seperti ini membutuhkan kesabaran dan ketelitian, maka tak heran jika harga batik tulis lumayan tinggi.Â
Namun selain batik tulis, juga ada batik cap yang lebih murah. Memang tetap tidak menggunakan mesin pabrik. Alat cap manual yang digunakan terbuat dari kayu. Di dalam rumah yang dijadikan galeri, dipajang batik tulis dan batik cap.Â
Kalau saya punya banyak uang, tentu sudah memborong batik-batik yang dijual. Banyak baju batik dengan model ciamik, menarik hati. Baik itu untuk laki-laki atau perempuan. Bahkan baju untuk anak-anak pun tersedia.Â
Enaknya di sini, ada welcome drink juga lho. Bukan cocktail, tapi minuman asli merakyat yaitu bandrek. Segar dan hangat terasa di tenggorokan. Selain itu, pemilik galeri menyajikan sepiring kue. Wah, betul-betul menjadi betah berada di sini.
Kemudian perjalanan berlanjut ke galeri berikutnya. Sebagaimana galeri pertama, galeri lain juga terdapat wanita yang membatik dan  yang sedang menjahit. Perbedaannya adalah pada motif dan desain. Di sini juga ada tas, syal, sarung bantal dan sebagainya.Â
Boleh dikatakan, desa wisata Kampung Batik Cibuluh termasuk desa wisata ramah berkendara. Soalnya hampir tidak ada kendaraan yang lalu lalang kecuali motor warga. Kalau ada mobil, terpaksa diparkir jauh di depan, memanfaatkan lahan tersisa.Â
Desa wisata ramah berkendara sedang digalakkan di Indonesia, sebagai contoh adalah desa wisata Rejowinangun di Jogjakarta. Desa wisata ini binaan dari Adira Finance, yang menjadi unggulan untuk meraih wisawatan dari dalam dan luar negeri. Dalam festival kreatif lokal yang diselenggarakan baru-baru ini, salah satu program adalah menyambangi desa Rejowinangun.Â
Desa wisata merupakan daya tarik pariwisata Indonesia yang sedang naik daun. Kekayaan alam Indonesia yang berlimpah merupakan magnet bagi turis asing. Apalagi Indonesia telah dinobatkan sebagai negara terindah tahun 2022 versi majalah Forbes .Â
Memang untuk mencapai target, diperlukan kerjasama dari semua pihak. Bukan hanya pemerintah tapi juga sektor swasta yang memiliki kepedulian seperti Adira Finance. Selain itu juga tak kalah penting peran stakeholder yang dapat membantu menyalakan gen kreatif masyarakat.Â
Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah aspek penunjang desa wisata. Misalnya, akses transportasi, kuliner, penginapan, pemandu lokal dan lain-lain. Di samping itu, publikasi harus dioptimalkan, baik melalui media mainstream maupun media sosial. Jika  desa wisata di Indonesia telah mendunia, maka otomatis meningkatkan perekonomian rakyat dengan meningkatkan pendapatan perkapita.Â
Insya Allah. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H