Idealnya kita memiliki tetangga yang baik, ramah dan suka menolong. Pada kenyataannya, ini cuma angan-angan belaka. Kita dikelilingi oleh beberapa tipe tetangga di mana kita harus pandai-pandai menghadapinya.
Memang pengalaman setiap orang berbeda dengan lingkungan yang ditempatinya. Ada yang betah dan ada yang tidak. Tetapi yang paling penting, kita berusaha menjadi orang yang tidak merugikan.Â
Tetangga, seringkali menguji kesabaran kita dengan berbagai macam tingkah lakunya. Ada seni tersendiri dalam  menyikapi. Kecuali jika gangguan dari tetangga sudah tidak bisa ditolerir, maka kita terpaksa melaporkan pada RT/RW setempat.
Ini dia lima tipe tetangga dan kiat mengatasinya :
1. Si Julid
Tipe tetangga yang selalu julid melihat tetangga lainnya. Dia iri hati jika si tetangga lebih suka ngobrol dengan orang lain. Dia geram melihat banyak orang yang berkunjung ke rumah tetangga tersebut dan sebagainya.
Pada dasarnya, tetangga julid ini memiliki karakter iri dan dengki. Dia tidak rela melihat keberuntungan tetangga lain. Sebagai pelampiasan, tetangga julid akan berusaha memburukkan orang yang tidak disukainya.
Kalau mendengar tetangga julid ini memburukkan kita, tidak perlu dipedulikan. Jalani saja kehidupan kita sehari-hari dan bergaul sewajarnya. Tidak usah menanggapi apa yang dikatakan dia.Â
2. Si Ghibah
Ada tetangga yang begitu gemar bergosip. Hal yang dibicarakan, dari artis sampai tetangga lain. Sepertinya dia tidak bisa hidup tanpa ghibah.Â
Saya punya satu tetangga di belakang rumah yang hobi berghibah. Dia sering mampir di rumah tetangga depan dan membicarakan orang lain. Ngobrol di depan pagar saja bisa memakan waktu satu jam lebih. Pernah saya pergi ke warung membeli sesuatu, sampai saya pulang dia masih di situ. Tetangga ini jarang menyapa saya jika berpapasan.
Saya memang tidak suka berkumpul dengan tetangga. Bagi saya hal itu tidak bermanfaat, buang waktu dan menambah dosa. Saya jarang keluar rumah, lebih suka berdiam diri di dalam saja. Orang yang saya perkenankan masuk ke rumah saya hanya saudara atau perangkat desa yang sedang ada keperluan.Â
3. Si peminjam barang
Nah ini cukup mengesalkan, membuat jengkel. Tetangga yang suka meminjam barang tapi enggan mengembalikan. Kalau tidak ditagih, barang tersebut bisa berbulan-bulan di rumahnya.Â
Masih mending jika barang itu tidak begitu penting. Tapi jika kita sedang butuh, tetiba mencari barang tersebut tidak ada. Ternyata belum dikembalikan dari tetangga yang meminjam.Â
Saya punya tetangga yang enggan mengembalikan piring. Padahal dia tergolong berkecukupan. Ada pula yang meminjam selang gas, sampai bertahun-tahun tidak dikembalikan.
Nah, ini menjadi pelajaran agar tidak terulang lagi. Kalau meminjam sesuatu, maka setelah selesai langsung kita minta lagi. Bilang saja kita mau memakainya.Â
4. Si pengutang
Ada orang yang gemar utang uang tapi bayarnya entah kapan. Belum juga utang sebelumnya dibayar, sudah berani berutang lagi. Padahal utang juga bukan karena terdesak.Â
Kita harus berani dengan tegas menolak si pengutang. Bilang saja kita tidak punya uang, hanya pas-pasan untuk membeli beras. Memang ada risiko dia ngedumel dan menjuluki kita pelit. Tapi daripada di saat kita butuh uang jadi kelabakan gara-gara dipinjam si pengutang.Â
5. Tetangga yang baik
Di antara tetangga yang beraura negatif, beruntung jika masih ada yang baik. Misalnya tetangga sebelah saya persis di sebelah kiri. Tetangga ini nyaris tidak pernah melakukan sesuatu yang menjengkelkan. Dia dan keluarganya sopan dan tidak ikut campur urusan orang lain.Â
Untuk tetangga seperti ini, saya tidak sungkan berbagi. Jika memiliki banyak makanan, maka dia yang pertama saya bagi. Setelah itu baru yang lain.Â
Namun sebenarnya saya tidak punya masalah yang berarti dengan tetangga. Supaya mereka tidak macam-macam, saya menjaga jarak. Lagipula mereka agak segan mengetahui profesi saya sebagai wartawan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H