Maka, sangat relevan jika kita menduga apakah Mahsa Amini merupakan martir yang dipasang untuk membuat instabilitas politik di Iran. Kalau benar, rencana itu hampir berhasil. Demonstrasi membela Mahsa Amini menimbulkan kerusuhan yang memakan 45 korban jiwa. Setelah itu masih ada gelombang protes di beberapa tempat serta di negara-negara lain.Â
Namun Presiden Iran saat ini, Ebrahim Raisi cukup menyadari potensi instabilitas karena peristiwa Mahsa Amini. Di satu sisi memerintahkan pengusutan terhadap aparat terkait, di sisi lain berusaha meredam kegelisahan masyarakat. Kalau salah langkah, politik pembusukan Iran dari dalam akan berjalan sesuai rencana negara adidaya.Â
2. Provokasi untuk memberontak kepada pemerintah Iran, sangat gencar di  dunia maya, melalui media sosial dari jejaring internet. Padahal media-media mainstream justru tidak banyak memberitakan.Â
Hal ini mengingatkan peristiwa di Mesir, di mana CIA menggunakan Facebook untuk mengobarkan pemberontakan. Akibatnya, Jenderal Abdul Fattah As-Sisi berhasil menggulingkan pemerintah yang sah.Â
Berbeda halnya dengan Ebrahim Raisi, yang segera mengambil tindakan untuk mematikan internet. Langkah jitu untuk meredam gejolak di dalam negeri. Â Walaupun reaksi di dunia internasional masih berlangsung setidaknya keamanan di dalam negeri bisa dikendalikan.Â
(Bersambung Bagian Dua)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H