Ketika aku masih kuliah, belum ada internet. Aku berkorespondensi dengan surat. Aku ingat punya koleksi kertas surat dan perangko. Aku bersurat-suratan dengan teman di luar negeri. Menunggu balasan dari mereka harus sabar, karena bisa memakan waktu satu bulan.
Berbeda dengan sekarang, email terkirim dalam hitungan detik, ibaratnya hanya sekejap mata. Sedangkan jika ingin bercakap-cakap, kita menggunakan sarana media sosial. Ada fitur messenger untuk ngobrol pribadi dan grup. Selain itu juga ada WhatsApp yang lebih mudah.
3. AplikasiÂ
Selama pandemi, muncul berbagai macam aplikasi untuk meminimalisir kontak fisik dan Cashless. Tidak hanya aplikasi keuangan, tetapi juga aplikasi untuk memudahkan pekerjaan. Mau tak mau kita harus menggunakan aplikasi jika ingin bertahan. Misalnya aplikasi peduli lindungi yang menjadi syarat masuk ke gedung atau menumpang transportasi umum.
Akupun menyesuaikan diri dengan menggunakan beberapa aplikasi untuk menyelesaikan pekerjaan. Maklum aku seorang content creator dan freelancer. Menciptakan konten sesuai dengan keinginan klien membuat aku harus mengunduh aplikasi yang dibutuhkan agar hasilnya maksimal.Â
Aplikasi untuk belajar dan menambah keahlian juga ada. Misalnya aplikasi canva, yang aku gunakan untuk desain atau ilustrasi dalam konten tulisan.Â
Mencari fitur dan aplikasi tidak akan lancar apabila tanpa Internetnya Indonesia. Aku harus memilah, memilih dan mempelajarinya. IndiHome betul-betul membantu aku mempermudah pekerjaan yang bertubi-tubi.Â
4. Mencari cuan.
Internet menjadi senjata seorang content creator. Boleh dibilang, internet adalah separuh nyawa content creator, untuk menghasilkan uang atau istilah kerennya cuan. Aku tidak berkutik tanpa adanya internet yang kuat dan stabil.
Bayangkan, aku menciptakan konten membutuhkan internet, berhubungan dengan brand juga melalui internet. Apalagi untuk mempublikasikan konten yang telah berhasil diselesaikan. Tanpa internet, tidak ada mata pencaharian.Â