Satu hal yang memprihatinkan dari media-media di Indonesia, berita-berita luar negeri tidak berimbang. Sebagian besar hanya menjadi kepanjangan media-media Barat. Padahal media-media Barat menggunakan standar ganda dalam pemberitaan, terutama di wilayah konflik.
Yang paling anyar adalah pemberitaan tentang konflik Rusia-Ukraina. Saya menyimak berita-berita yang disebarkan oleh media-media di Indonesia, selaras isinya dengan media-media Barat. Sedangkan fakta di lapangan seringkali berbeda dengan apa yang mereka laporkan.
Berita-berita yang diangkat oleh media-media Barat, sengaja dibuat untuk menyudutkan Rusia. Semua hal yang negatif ditujukan pada Vladimir Putin, pemimpin negara beruang merah tersebut. Tujuannya jelas, agar seluruh masyarakat internasional mengutuk Putin.
Orang-orang yang melek teknologi, mempunyai wawasan yang luas, tidak akan terjebak pada pemberitaan semacam itu. Sayangnya tidak demikian dengan kebanyakan orang Indonesia. Bahkan kalangan pers Indonesia terjebak untuk memgekor media-media Barat.
Mengapa hal itu bisa terjadi? Ada 4 penyebabnya:Â
1. Media Indonesia yang berafiliasi dengan media Barat. Misalnya, majalah "Tem**" yang telah bekerja sama dengan CNN, membentuk CNN Indonesia. Dengan sendirinya, pemberitaan condong kepada CNN Amerika Serikat.
Bisa diduga, isinya akan lebih banyak mengangkat kejelekan Rusia. Sementara mereka (Amerika Serikat dan sekutunya) lempar batu sembunyi tangan. Mereka yang membuat gara-gara sehingga pecah perang, tetapi yang menjadi kambing hitam adalah Rusia.Â
Memang harus diakui, media-media Barat ini yang rajin membuka cabang di berbagai negara, khususnya di Indonesia. Secara tidak langsung mereka melakukan propaganda kepada masyarakat Indonesia.Â
2. Wartawan-wartawan Indonesia jarang yang ke luar negeri. Mirisnya, jarang sekali ada wartawan Indonesia yang diberangkatkan ke luar negeri untuk tugas jurnalistik. Ini tentu menyangkut ketidakmampuan dalam anggaran atau dana operasional.
Hanya media-media besar yang masih bisa mengirimkan wartawan untuk bertugas. Sehingga, mayoritas wartawan Indonesia tidak pernah tahu kondisi yang sesungguhnya di suatu tempat. Mereka hanya menyontek isi berita media-media Barat yang dimanipulasi untuk kepentingan Amerika Serikat dan sekutunya.
3. Tidak menjalin hubungan internasional. Kalau media-media Indonesia bergabung dalam jaringan insan pers internasional, tentu lebih banyak yang bisa didapat. Media-media Indonesia hanya berlangganan berita-berita dari media-media Barat, tetapi tidak ada ikatan khusus di antara wartawannya.
Perlu diketahui, sebagaimana ada AJI (Aliansi Jurnalis Indonesia), di dunia internasional juga ada ikatan wartawan independen. Mereka saling berbagi informasi. Berita dari mereka terbebas dari kepentingan suatu negara.Â
4. Tidak bisa berbahasa Inggris. Ini salah satu kelemahan fatal wartawan Indonesia yang kurang paham bahasa Inggris. Karena itu mereka hanya bisa menjiplak berita-berita yang sudah diterjemahkan oleh media-media Barat.
Seandainya wartawan fasih berbahasa Inggris, akan lebih mudah mencari informasi dari tempat kejadian secara langsung. Selayaknya, wartawan bisa berkomunikasi dengan saksi mata dari tempat tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H