Apa jajanan legendaris yang kamu kenal di kawasan Cikini, Jakarta Pusat? Ini yang menjadi tantangan dari KPK (Komunitas Penggila Kuliner) Kompasiana. Saya yang sering dolan ke kawasan itu menjadi tertarik untuk mengikuti event KPK Gerebek kali ini.Â
Sebetulnya dahulu banyak jajanan legendaris kaki lima yang bertebaran di kawasan Cikini. Terutama di sekitar stasiun kereta Cikini. Sayangnya, karena pandemi dan perubahan tata kota, sebagian telah lenyap entah kemana.
Maka pada hari Sabtu, 25 Desember 2021, sesuai kesepakatan kami berkumpul di gerai salah satu junk food. Setelah mengocok door prize dan berfoto bersama, kami harus berpencar dengan bekal uang 50 ribu Rupiah untuk jajan dua jenis makanan UMKM.Â
Apa daya setelah berkeliling, tak banyak yang bisa ditemui. Hanya ada beberapa pedagang yang menjajakan makanan. Mungkin karena hari Natal dan liburan, sehingga sepi dari pembeli atau penjual. Akhirnya kami terpaksa memilih yang ada, sangat terbatas.
Saya memilih membeli gado-gado dan es kelapa muda. Sedangkan beberapa teman mencicipi siomay. Kedua pedagang ini bersebelahan, mengambil lokasi di sudut jalan Cikini Kramat atau juga disebut sebagai Cikini pasar kembang.
Gado-gado yang saya pesan lengkap dengan lontong, satu piring munjung berikut kerupuk. Harganya sebesar Rp.17.000,- . Sedangkan es kelas  Rp.5.000,-. Rerata harga gado-gado memang segitu di kaki lima Jakarta. Menurut pengakuan Pak Mamat, penghasilan dari berjualan cukup untuk kebutuhan rumah tangga.
Pak Mamat yang menjual gado-gado ternyata berasal dari Bogor. Dia berjualan pukul 09.00 pagi - 14.00. Dagangan habis atau tidak, jam dua siang harus menyingkir karena bergantian dengan pedagang lainnya. Jadi di sini ada peraturan jam berjualan, seperti shift. Pedagang pagi berbeda dengan pedagang siang atau sore.
Sebetulnya ada gado-gado yang terkenal di pasar Cikini. Tetapi pedagangnya sudah meninggal dunia. Sedangkan gado-gado Boplo, bukan kaki lima tapi sudah berupa restoran.
Teman-teman lain membeli makanan jenis kedua, Â bubur ayam H. Suleiman yang juga legendaris. Tapi saya berpikir, kok jadi berburu makanan yang sama. Saya ingin yang berbeda, lalu saya menunda pembelian makanan kedua.
Saya berniat kembali malam hari untuk berburu nasi uduk Remaja Cikini yang hanya buka malam hari. Ketika teman-teman pulang, saya mlipir dulu ke sekitar Sarinah, ngopi bersama seorang sahabat sambil menunggu malam tiba.
Kembali ke Cikini malam hari
Selepas salat Maghrib, dengan ojek online saya balik ke kawasan tadi untuk berburu  nasi uduk Remaja Cikini. Kenapa saya mengincar makanan ini? Nasi uduk Remaja Cikini sudah menjadi incaran para penikmat kuliner. Banyak yang menjadi pelanggan selama bertahun-tahun. Makanan ini juga direkomendasikan di Trave****Eat  dan website wisata lainnya.
Nasi Uduk Remaja H. M. Thoha, begitu plang nama yang terpasang. Lokasinya hanya beberapa meter ke belakang penjual gado-gado. Tapi tadi siang gerobaknya belum ada dan tendanya masih kosong.Â
Eh, ternyata ketika saya datang, sudah penuh dengan para pembeli. Dua meja panjang ditempati oleh orang-orang yang makan di tempat. Belum lagi pembeli yang antri memesan untuk dibawa pulang. Mereka datang dengan kendaraan motor dan mobil. Jelas, jajanan UMKM ini laris manis.
Tadinya sempat ragu juga mau membeli, kuatir lama mengantri. Saya tanya pada mbak kasir, dia bilang cepat dilayani. Saya pun memesan nasi uduk dengan ayam goreng dan segelas teh manis. Nasi uduk harganya hanya enam ribu Rupiah, ayam goreng 14 ribu Rupiah dan teh manis empat ribu Rupiah.Â
Alhamdulillah, ada yang beranjak pergi dari kursinya karena selesai makan. Saya pun mendapat tempat. Baru saja duduk, pesanan saya sudah datang. Wow, meski penuh, mereka bisa melayani dengan baik tanpa perlu menunggu lama.Â
Nasi uduk itu wangi dan gurih, bukti bahwa santannya cukup kental. Taburan bawang goreng enak dan renyah. Sedangkan ayam gorengnya nikmat. Mungkin karena ayamnya masih "remaja". Â Sambal tersedia dua jenis di wadah yang ada di meja, bebas mengambil sesuai selera.
Saya makan malam dengan nikmat. Tidak percuma balik lagi ke tempat ini. Nasi uduk Remaja Cikini betul-betul layak diacungi jempol. Pantas saja banyak orang yang ketagihan dan menjadi pelanggan.Â
Selain ayam goreng, ada lauk yang lain seperti sate usus, paru, empal, tempe dan tahu goreng tepung. Berhubung saya menjaga kolesterol dan asam urat, saya tidak mau memesan makanan semacam itu. Harganya semua murah-murah, antara empat sampai delapan ribu Rupiah.Â
Dan yang membuat enggan beranjak adalah bisa menonton televisi yang digantung di sudut. Kebetulan ada laga sepakbola piala AFF, Indonesia bertarung dengan Singapura. Seru juga.
Namun karena banyak pembeli yang berdatangan, saya harus tahu diri. Saya pun segera membayar di kasir dan kemudian melenggang ke stasiun, naik Commuter Line pulang ke rumah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H