Sekelompok masyarakat yang mengatasnamakan umat muslim Indonesia, keberatan dengan rencana mengganti nama jalan di dekat kedutaan Turki, Jakarta dengan nama Ataturk. Ini sangat menggelikan, memperlihatkan kelompok orang yang berpikiran sempit.
Betapa mereka gagal paham tentang Turki. Betapa mereka salah mengerti tentang arti seorang "Ataturk" bagi Turki. Orang-orang ini hanya mengedepankan ego kelompoknya tanpa mampu melihat duduk persoalan yang sebenarnya.
Kelompok ini menggunakan kacamata kuda dalam hubungan bilateral antara Indonesia dengan Turki. Kalau dibiarkan, justru akan merusak hubungan kedua negara. Maka biarkanlah mereka, tidak usah didengar, apalagi ditanggapi.
Beberapa hal yang mengindikasikan bahwa mereka gagal paham, antara lain:
1. Perjanjian Indonesia-Turki
Penamaan jalan Ataturk merupakan hasil kesepakatan atau perjanjian kedua negara. Kesepakatan tersebut hasil pertemuan antara Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi dengan Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu di Ankara, beberapa hari yang lalu.
Di Ankara, nama jalan dekat kedutaan Indonesia diubah dari jalan Holland menjadi Ahmet Soekarno. Nama Soekarno adalah proklamator dan pendiri bangsa Indonesia. Maka tokoh yang dianggap  sejajar dan setara dengan Soekarno adalah Mustafa Kemal Ataturk, yang merupakan 'bapak" Turki, pendiri negara Turki.
Kalau ada kelompok yang keberatan dengan nama itu, dan mengusulkan nama Al Fatih, maka harus diingat, ini adalah perjanjian antara Indonesia-Turki, bukan Indonesia-Ottoman. Kalau hal semacam ini terjadi berabad-abad yang lalu, mungkin antara Majapahit dengan Ottoman.
2. Bangsa Turki menghormati Ataturk
Mengherankan bahwa ada sekelompok masyarakat Indonesia mencaci-maki Ataturk, sedangkan bangsa Turki sendiri, sangat menghormati Ataturk.
Apapun kesalahan Ataturk, dia adalah pelaku sejarah yang mendirikan negara Turki. Sejarah tidak bisa dihapus atau ditentang, karena bagian dari perjalanan suatu bangsa.
Karena itu, bangsa Turki sangat menghormati Ataturk. Begitu pula dengan Erdogan, presiden Turki yang dipuja banyak orang Indonesia. Walaupun berbeda pandangan, Ataturk tetap sebagai bapak bangsa.Â
3. Ini bukan masalah agama.
Ini yang fatal, ada saja kelompok yang selalu melihat dari sisi agama. Padahal ini bukan masalah agama, tetapi kenegaraan. Hubungan bilateral antara Indonesia dengan Turki.Â
Perlu diingat bahwa Turki bukan negara agama, melainkan negara sekuler. Begitu pula dengan Indonesia, adalah negara Pancasila, bukan negara Islam. Jangan salah kaprah, belajar sejarah dengan baik.
Persoalan dahulu Ataturk dianggap menyesatkan dan mengacak-acak ajaran Islam, itu bukan ranah orang Indonesia. Hal itu bukan sesuatu yang krusial bagi bangsa Turki. Lagipula, apa hubungannya dengan Indonesia? Kebijakan Ataturk tidak berkaitan dengan masyarakat Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H