Heboh kemunculan grup lawak yang mirip dengan Warkop DKI. Bukan hanya namanya yang mirip, Warkopi, tapi juga personelnya yang berwajah mirip Dono, Kasino, Indro. Gaya mereka pun serupa dengan Warkop DKI.
Lantas apa reaksi yang timbul? Kalau bagi masyarakat, tentu tidak menjadi masalah karena bertambahnya orang-orang yang memberikan hiburan. Dunia entertainment lebih semarak dengan kehadiran mereka. Tetapi tidak demikian halnya dengan Indro Warkop.
Reaksi Indro jelas sangat keberatan dengan kelahiran grup Warkopi yang seakan adalah duplikat Warkop DKI. Sebab, Warkopi tidak pernah "kulonuwun" kepada dia. Lagipula, hak cipta Warkop DKI telah diturunkan kepada anak-anak mereka.
Sepintas, tampaknya anggota Warkopi kurang memiliki inovasi agar tidak menjiplak grup yang sudah terkenal. Mungkin ide pendirian grup ini karena wajah mereka yang kebetulan juga mirip.
 Daripada marah dengan ulah anak-anak muda ini, sebaiknya Indro merangkul mereka. Sebagai pelawak senior, Indro bisa melakukan pembinaan.Â
Pertama, memberikan edukasi tentang hak cipta. Ada kemungkinan bahwa personel Warkopi belum tahu mengenai hak cipta karena pada umumnya mereka jarang membaca.Â
Kalau mereka sudah berhasil dibuat melek tentang hak cipta, doronglah anak-anak muda itu untuk menciptakan sesuatu yang baru. Mereka harus dirangsang untuk berinovasi dengan grup segar yang belum pernah ada.
Kedua, Warkopi sejatinya adalah pengagum Warkop DKI. Mereka menganggap Warkop DKI adalah grup legendaris yang menjadi acuan banyak orang. Sebagai pengagum, wajarlah mereka memiripkan grup Warkopi dengan Warkop DKI.
Indro bisa mengarahkan mereka agar bisa menggali humor dan lawakan yang cerdas berkualitas, menggunakan intelektualitas bukan hanya sekedar wajah yang lucu. Jadi, Indro dapat mengasah mereka menjadi pelawak yang mungkin bisa setara dengan Warkop DKI.
Ketiga, berilah kesempatan kepada mereka untuk berkarya dan berkreasi. Grup pelawak jarang muncul, ketinggalan jauh dengan aktor/aktris dadakan yang muncul di sinetron-sinetron. Jadi, kemunculan Warkopi kita hargai sebagai upaya memanfaatkan potensi.
Anak-anak muda ini hanya tahu dunia digital, mereka hanya belajar lewat YouTube dan semacamnya. Berbeda dengan dahulu ketika pelawak senior dan yunior bisa sering berinteraksi di dunia nyata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H