Ada berita heboh yang ditayangkan sebuah media online. Judulnya, "Pemprov DKI Jakarta Bangun Tugu Sepatu di Pinggir Jalan Sudirman" . Berita ini lantas tersebar dengan cepat di media massa.
Sebagaimana diduga, banyak netizen yang menghujat pemprov DKI karena tugu tersebut. Pemprov DKI dianggap membuang uang untuk sesuatu yang kurang bermanfaat. Padahal kondisi rakyat sedang morat-marit.
Kesalahan media online lip*****.com adalah tidak melakukan cek dan ricek kepada sumber yang kompeten. Sehingga timbul fitnah yang tidak semestinya. Berita ini menimbulkan asumsi buruk kepada masyarakat.
Tentu saja hal ini merisaukan orang-orang yang berada di balik pembuatan tugu sepatu. Karena ternyata tugu sepatu itu adalah display reklame hasil lomba design sepatu.
Klarifikasi datang dari akun @ismaelida di Instagram yang menjelaskan duduk permasalahannya. Ida Ismael menceritakan bahwa anaknya adalah salah satu pemenang dari lomba design sepatu tersebut.
Jadi begini ceritanya, sebuah produsen sepatu dalam negeri, bekerja sama dengan BCA menyelenggarakan lomba desain sepatu. Dari seluruh karya desain  yang masuk, terpilih tiga orang yang dinilai paling menarik.Â
Kemudian advertising agency  mewujudkan  desain ketiga pemenang dalam ukuran raksasa, dijadikan display reklame di tiga titik lokasi. Satu di depan stasiun BNI Sudirman, satu di Velodrom Rawamangun, dan satu lagi di Lapangan Banteng.Â
Pembangunan display reklame yang dianggap tugu sepatu itu sebetulnya tidak melibatkan pemprov DKI. Jaktour, BUMD milik Pemprov DKI Jakarta hanya memfasilitasi masalah perijinan.
Namun soal pembiayaan, sama sekali tidak ada bantuan dari Pemprov DKI, apalagi menggunakan dana APBD. Pembangunan display reklame sepatu  dikeluarkan oleh produsen sepatu terkait dengan sponsornya BCA.Â
Bahkan, untuk penerangan yang dibutuhkan atau  pengadaan listrik juga tidak meminta bantuan siapapun. Mereka menggunakan genset sendiri untuk tiga lokasi display.Â
Karena tugu sepatu adalah reklame, maka hanya bersifat sementara. Kalau perijinan sudah habis masanya, tentu harus dibongkar kembali atau diperpanjang.
Jadi, tidak patut hujatan dilayangkan kepada Pemprov DKI Jakarta. Sebaiknya kita lebih berhati-hati dalam membaca berita, tak usah bereaksi sebelum ada kejelasan. Semoga media online bisa memperbaiki berita-berita yang disajikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H