Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Dana Desa Menciptakan Raja-raja Kecil

17 September 2021   08:13 Diperbarui: 17 September 2021   08:22 663
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi desa (doc.player.info)

Sekilas penggelontoran dana desa akan bisa menciptakan kesejahteraan untuk rakyat kecil di pedesaan. Pada kenyataannya, dana desa jarang dinikmati masyarakat sasaran, tapi menciptakan raja-raja kecil. Lurah atau kepala desa yang menangguk keuntungan.

Karena itu bukan rahasia lagi kalau dana desa menjadi bancakan di tingkat bawah. Aparat desa membaginya sesuai porsi jabatan. Pemandangan yang jomplang pun bisa dilihat di berbagai daerah. Rumah aparat desa mewah dan megah di tengah gubuk-gubuk rakyatnya.

Maka, bagaimana kita akan mencapai masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur jika dana yang diperuntukkan bagi rakyat dimakan oknum aparat desa? Mungkin cita-cita para pendiri bangsa yang ada dalam UUD 1945 tidak akan pernah terwujud.

Korupsi menjadi masalah nomor satu di Indonesia. Hukum bisa diperjualbelikan, yang kaya dan punya kedudukan bisa lolos dari jerat hukum. Elite politik di tingkat atas memberikan contoh buruk yang ditiru para pejabat berdasi hingga ke tingkat desa.

Jangankan ke wilayah-wilayah terpencil, di sekitar Jakarta pun dana desa menguap di kantong lurah. Di tempat saya, lurah yang sudah puluhan tahun menjabat, berhasil merangkap menjadi developer, menjual perumahan skala menengah.

Sementara di satu sisi, BLT tidak pernah terdengar kabarnya. Di masa pandemi, sejak awal sudah didata penduduk yang ada. Tetapi hingga sekarang, nyaris tidak pernah menerima bantuan. Hanya sekali, dibagi beras yang sudah bulukan dan berkutu tanpa ada lainnya.

Jadi bisa dibayangkan bagaimana nasib rakyat di pelosok-pelosok. Jangan-jangan, rakyat di wilayah itu tidak pernah mendengar ada dana desa dari pemerintah pusat. 

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan:

1. Sosialisasi

Pemerintah pusat harus gencar  menyoalisasikan bantuan dana desa kepada rakyat sampai tingkat terbawah. Sosialisasi ini bukan dilakukan aparat desa karena mereka justru cenderung untuk menutupi agar rakyat tidak tahu.

Pemerintah bisa menggerakkan juru penerang yang memiliki keleluasaan dan legalitas secara hukum. Di zaman Orde Baru, banyak juru penerang yang memberikan penyuluhan. Tak ada salahnya hal ini digiatkan kembali.

Juru penerang dapat direkrut dari jajaran Kemenkominfo. Bisa juga dengan membuka rekrutmen baru khusus untuk penyuluhan, disaring dari orang-orang yang kompeten di bidangnya.

2. Pengawasan melekat.

Dahulu ada namanya waskat (pengawasan melekat), jadi setiap jajaran aparat saking mengawasi. Sehingga jika ditemukan penyalahgunaan kekuasaan maupun dana, bisa segera diketahui dan dilaporkan.

Dalam hal ini memang dibutuhkan kejujuran dan keberanian. Karena, jika mereka justru berkomplot, korupsi pun mulus dan lancar. Mereka sukses bancakan dana desa yang seharusnya digunakan untuk membangun desa 

3. Ajarkan agar rakyat desa melek teknologi

Pentingnya masyarakat untuk mengikuti perkembangan teknologi agar bisa menggunakan untuk kebaikan. Teknologi dalam telepon pintar, dimanfaatkan untuk mengawasi jalannya pemerintahan desa 

Kalau ada sesuatu yang mencurigakan, rakyat bisa merekam dalam bentuk foto dan video. Kemudian, mereka bisa mengadukan ke pihak yang berwajib. Namun seandainya aparat berwajib juga kongkalikong dengan aparat desa, unggah saja di media sosial agar menjadi viral dan diketahui masyarakat luas di seluruh Indonesia.

4. Perlu dibangun sistem yang lebih baik agar dana desa bisa tersalurkan sebagaimana mestinya. Pemerintah jangan ragu berkonsultasi dengan pakar tata negara. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun