Meski presiden Jokowi mengatakan bahwa mahasiswa mungkin sedang belajar mengekpresikan pendapat, tetapi sebaiknya kita waspada. Tindakan BEM UI, disusul dengan BEM UGM, dan organisasi kemahasiswaan lain menimbulkan tanda tanya, adakah gerakan makar yang menunggangi mereka.
Kita bisa mencermati dengan menyimak pernyataan mereka. Kemarin (Selasa, 29 Juni 2021), ketua HMI menyerukan revolusi untuk menumbangkan presiden Jokowi. Affandhy Ismail mengeluarkan kata-kata yang bernada provokatif.
Menurut dia, presiden Jokowi sudah gagal menjalankan tugas, karena itu sebaiknya mundur. Cukup tujuh tahun, dan perlu dicari penggantinya. Ketua HMI ini mengajak kaum buruh, petani dan unsur lainnya untuk melakukan revolusi.
Tampaknya ada pola gerakan yang mengarah pada makar. Organisasi-organisasi kemahasiswaan bersambut dengan oposisi, bahu membahu menyerang pemerintahan Jokowi.
Kita bisa melihat bahwa apa yang diserukan mahasiswa sejalan dengan pernyataan ketua umum PKS. Begitu pula dengan tokoh-tokoh oposisi lainnya.
Mendorong revolusi dalam situasi pandemi? Mereka sedang mengail di air keruh. Pemerintah sedang berjibaku berusaha mengatasi wabah yang mematikan dan melumpuhkan perekonomian dunia. Ternyata kelompok ini berusaha menjerumuskan ke dalam jurang.
Itulah sebabnya penyebaran hoaks begitu masif melalui media massa, terutama WhatsApp. Rakyat dihasut untuk tidak mempercayai Corona, ngeyel dan ndableg tidak mematuhi protokol kesehatan sehingga akhirnya pemerintah kewalahan menghadapi pasien yang membludak.
Selagi pemerintah disibukkan oleh urusan pandemi ini, langkah berikutnya yang mereka kerjakan adalah menyebarkan bahwa pemerintah gagal menjalankan tugas, perekonomian semakin sulit dan rakyat semakin miskin. Padahal, pandemi ini menguras keuangan negara.
Bayangkan, jika rakyat terprovokasi untuk melakukan revolusi. Covid 19 akan menjadi bencana abadi, negara menjadi morat-marit, rakyat bertambah sengsara. Rakyat akan menjadi korban jualan sekelompok orang yang menghendaki kekuasaan.
Kelompok ini tak henti-hentinya berusaha mengambil kesempatan dalam kesempitan. Mereka memanipulasi fakta agar mendapatkan simpati masyarakat. Kasihan orang yang wawasannya sempit, mudah terhasut dan menelan fitnah.
Secara logika, tidak mungkin meningkatkan perekonomian dalam situasi seperti sekarang ini. Bahkan presiden Amerika Serikat pun tidak akan bisa. Pandemi ini dialami oleh semua negara, tanpa kecuali. Kalau mereka bangkit lebih cepat, karena di negara-negara itu tidak ada kelompok yang picik dan licik.
Mahasiswa digiring oleh kelompok ini  untuk tidak menggunakan nalar. Bahkan mereka sudah tidak mengenal adab. Bagaimana pun Jokowi adalah presentasi sebuah negara bernama Indonesia. Tidak boleh dihina seenaknya.
Kita harus bisa membedakan mana kritik dan mana penghinaan. Kritik seharusnya mampu memberikan masukan dan solusi. Sedangkan penghinaan hanya berisi hujatan dan cacian.
Jokowi memang tidak sempurna, bebannya teramat berat. Di saat sedang menjalankan tugas, dia dirongrong dari dua sisi, dari partai pendukung dan dari oposisi. Semoga Jokowi masih bisa berkonsentrasi melaksanakan kewajibannya.
Referensi: Â https://amp.terkini.id/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H