Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa Terjadi Degradasi Pancasila

1 Juni 2021   12:02 Diperbarui: 1 Juni 2021   15:58 1205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para pendiri bangsa (dok.ss.kholis)

Pancasila sejatinya dimaksudkan sebagai pandangan hidup bangsa, menjadi acuan dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Pancasila mencakup setiap aspek kehidupan manusia.

Seandainya kita semua menjalankan kehidupan yang sesuai dengan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila, pasti kita telah hidup damai sejahtera. Kenyataannya, tidak seindah yang diharapkan, bahkan semakin jauh dari apa yang dicita-citakan para pendiri bangsa.

Kita menyaksikan sendiri bagaimana drastisnya degradasi Pancasila dari masa ke masa. Sekarang ini, Pancasila hanya terlihat sebagai simbol yang ada di atas awan, tidak dirasakan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagaimana bisa terjadi degradasi Pancasila pada kehidupan masyarakat Indonesia? Inilah yang seharusnya disadari dan diperbaiki oleh kita semua.

Ada tiga penyebab utama terjadinya degradasi Pancasila:

1. Tidak ada keteladanan

Teori tanpa praktik, nyaris mustahil diikuti oleh banyak orang. Begitu pula dengan Pancasila, yang menjadi semacam doktrin tanpa pelaksanaan.

Masyarakat Indonesia akan mengikuti apa yang dilakukan oleh panutan mereka. Baik itu tokoh yang diidolakan atau pejabat publik. Mereka melihat dan meniru para idolanya.

Nah, kalau para pejabat dan tokoh masyarakat tidak memberikan contoh yang benar, maka jangan berharap masyarakat akan menjadi baik. Mau tak mau, seorang pejabat atau tokoh publik harus memberikan teladan bagi masyarakat yang memuja mereka.

Sayangnya, saat ini tokoh yang bisa diteladani semakin langka. Para pejabat berpesta pira dengan uang korupsi, merampok uang rakyat melalui lembaga yang dipimpinnya. Kalau begini, mereka mengajarkan orang lain menjadi koruptor.

Begitu pula dengan tokoh masyarakat, yang tidak memberikan teladan yang baik. Mereka malah mengadu domba, menyebar fitnah dan sebagainya. Keberadaan mereka justru merusak persatuan bangsa dan negara.

2. Bangkitnya kelompok radikal

Pembiaran terhadap tumbuhnya kelompok radikal menyebabkan mereka bebas menyebarkan paham anti Pancasila. Mereka melakukan indoktrinasi kepada masyarakat yang kecewa terhadap kinerja pemerintah.

Kelompok radikal ini tumbuh subur setelah reformasi. Ada pihak-pihak yang sengaja memelihara untuk kepentingan politik. Mereka yang haus kekuasaan, memanfaatkan kelompok ini untuk menguasai Indonesia.

Seharusnya kita mengingat sejarah bagaimana kelompok radikal seperti DI/TII yang ingin mendorong negara Islam dan menolak Pancasila. Gerakan DI/TII telah menimbulkan korban nyawa yang tidak sedikit. 

Namun ada juga kelompok radikal yang sengaja dipelihara negara asing untuk melakukan teror di beberapa provinsi yang menjadi incaran mereka. Biasanya mereka ada di daerah-daerah yang memiliki sumber daya alam yang dibutuhkan negara-negara tersebut. 

Kelompok radikal harus dihentikan demi kedamaian rakyat Indonesia. Telusuri jejak mereka yang telah berhasil menyusup di setiap lini kehidupan masyarakat Indonesia.

3. Kurikulum sekolah yang minus Pancasila

Pada masa dahulu, ada pelajaran civic, PMP dan budi pekerti. Tetapi di zaman sekarang mata pelajaran itu lenyap. Padahal itulah dasar dari pelajaran Pancasila di sekolah.

Karena itu, sebaiknya kita menjadikan Pancasila sebagai salah satu kurikulum sekolah. Pendidikan Pancasila sejak dini akan mengantisipasi radikalisme yang menyusup di sekolah-sekolah berbasis agama.

Pelajaran Pancasila harus menjadi mata pelajaran wajib di setiap sekolah, baik swasta maupun negeri. Untuk itu, diperlukan payung hukum yang kuat, misalnya dengan keputusan presiden.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun