Salah satu tokoh dalam sejarah yang sangat saya kagumi adalah Ratu Shima dari Kerajaan Kalingga. Karena itu, saya abadikan sebagai nama email pribadi hingga saat ini. Ratu Shima dikenal sebagai perempuan pemimpin pertama di pulau Jawa. Dia adil dan bijaksana.
Sayangnya jarang  yang menonjolkan peran Ratu Shima. Sejarah lebih banyak mencatat kejayaan Raja-raja (laki-laki) daripada perempuan pemimpin. Di samping itu, literasi mengenai Ratu Shima sulit didapatkan.
Catatan mengenai Ratu Shima ditemukan di Cina. Di sana, dijelaskan tentang kerajaan Holing (Kalingga) yang diperintah oleh seorang Ratu. Kalingga juga ada dalam kitab suci Budha, Tripittaka yang berbahasa Tionghoa.
Meski berkuasa di tanah Jawa, tapi sesungguhnya Shima lahir tahun 611 M di wilayah kerajaan Sriwijaya. Kira-kira lokasinya adalah di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Ia dipersunting Raja Kalingga, Kartikeyasinga dari pesisir Utara Jawa.
Ketika suaminya mangkat, Shima didaulat menjadi penggantinya. Maka dia naik tahta pada tahun 674 M. Di bawah kepemimpinannya, Kalingga berada di puncak kejayaan.
Perdagangan tumbuh dengan pesat. Komoditas dari kerajaan ini seperti kulit penyu, gading gajah dll. Begitu pula dengan bidang pertanian, beras dan palawija. Rakyat hidup makmur dan sejahtera.
Namun yang paling mengesankan dan membuat Ratu Shima disegani adalah kepemimpinannya yang adil dan bijaksana. Dia bersikap tegas dalam memutuskan persoalan. Siapa yang bersalah akan mendapatkan hukuman, walaupun anak sendiri.
Karena itu semasa pemerintahannya, situasi kerajaan tenang dan damai. Boleh dikatakan tidak ada kriminal, toleransi antar umat beragama  sangat tinggi, saling menghargai dalam masyarakat plural.  Inilah contoh kehidupan ber-Pancasila.
Sikap Ratu Shima yang tegas dan adil  terkenal sampai kerajaan lain. Salah satunya, Raja Dazi yang sangat penasaran tentang kebenaran hal ini. Ia ingin mengetahui benar tidaknya berita mengenai ketegasan sang Ratu.
Suatu hari Raja Dazi sengaja meletakkan tas berisi uang di perbatasan kerajaan Kalingga. Banyak orang yang melihat tas tersebut tapi tidak ada yang berani mengambilnya. Tas tersebut tergeletak selama tiga tahun.
Ternyata tanpa sengaja, putra mahkota kerajaan Kalingga (putra Ratu Shima) menyentuh tas itu. Walau tidak diambil, hal ini menyebabkan Ratu Shima murka. Ia hampir menghukum mati putranya. Untunglah dicegah oleh para penasihat kerajaan.
Akhirnya Ratu berkata pada putranya, "Kesalahanmu terletak pada kakimu. Karena itu sudah memadai jika dipotong."
Sebagai hukumannya, ibu jari kaki putra mahkota dipotong. Raja Dazi mendengar hal ini. Ia tak lagi berani mengusik kerajaan Kalingga.Â
Lokasi kerajaan Kalingga diperkirakan antara Jepara dan Pekalongan. Di pelosok Pekalongan ada desa yang bernama Linggo, dipercaya sebagai bekas pusat kerajaan Kalingga. Linggo merupakan penggalan dari Ka-lingga.
Kepemimpinan Ratu Shima seharusnya bisa menjadi teladan bagi pemimpin-pemimpin di Indonesia pada zaman sekarang, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Sayangnya, justru terjadi krisis moral pada mereka.
Perempuan pemimpin yang ada saat ini pun tidak bisa bersikap adil dan bijaksana. Nepotisme sangat kuat, menyuburkan korupsi dan menguntungkan kelompoknya sendiri. Miris.
pekalonganpos.com
dinasarpus.go.id
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H