Pada umumnya orang Indonesia menganggap hari raya Idul Fitri sebagai momentum saling minta maaf dan memaafkan. Akibatnya terbentuk pola pikir bahwa maaf memaafkan hanya menunggu setahun sekali. Padahal sejatinya hal itu bisa dilakukan kapan saja.
Kita tidak harus menunggu lebaran untuk meminta maaf dan memaafkan. Coba pikirkan, apakah usia kita akan mencapai hari raya Idul Fitri. Bisa saja malaikat maut datang menjemput sebelum datangnya lebaran.
Maka idealnya, jika kita merasa melakukan kesalahan kepada orang lain, segera meminta maaf kepada orang itu. Tidak masalah apabila orang tersebut enggan memaafkan, yang penting sudah berusaha meminta maaf. Selanjutnya ditambah dengan doa agar Allah melapangkan hatinya untuk ikhlas memberi maaf.
Sementara itu, kalau ada orang yang menyakiti hati kita, sebaiknya kita juga memaafkan. Bukan karena dia pantas dimaafkan, sebab ada juga orang yang memang keras hati dan keras kepala, tidak mau mengakuinya kesalahannya. Memberi maaf kepada orang tersebut adalah justru untuk menyembuhkan luka kita sendiri.
Menyimpan rasa sakit, apalagi menjadi dendam kesumat, hanya akan menggerogoti mental kita. Si dia anteng dengan kesalahannya, tak peduli dengan kita yang disakiti.Â
Karena itu lebih baik memaafkan agar hati kita merasa tenang dan damai. Kita berhak untuk merasa bahagia. Jangan sampai kita memelihara penyakit mental sedangkan yang menyakiti asyik-asyik saja.
Dalam menjalankan ibadah puasa Ramadan, idealnya kita membersihkan hati dan pikiran dari segala sesuatu yang buruk. Maka kita berusaha untuk menyucikan jiwa.
Sebelum memasuki Ramadan, melaksanakan ibadah salat tobat dan membaca istighfar. Kemudian diiringi dengan mengikis habis rasa sakit, kecewa dan dendam yang mengendap di dada.
Kita menghilangkan segala sesuatu yang mengotori jiwa, hal-hal yang membuat kita kecewa. Oleh sebab itu, kita berusaha memaafkan orang-orang yang telah menyakiti hati kita sebelum mereka meminta maafÂ
Tidak usah dipikirkan lagi perilaku orang tersebut, apakah berubah menjadi lebih baik atau tetap pada sifatnya yang buruk. Urusan kita adalah untuk ketenangan jiwa dan maksimal beribadah.
Kalaupun orang itu justru masih membenci kita, itu urusan dia dengan Allah. Dia akan mempertanggungjawabkan sendiri segala perbuatannya kepada Sang Pencipta.