Ada sebuah kisah yang mengharukan dari presiden pertama RI, Soekarno. Beliau dikenal sebagai orang yang sederhana dan jujur. Sangat berbanding terbalik dengan pejabat zaman sekarang yang justru berlomba-lomba korupsi.
Bung Karno sering tidak punya uang. Sahabat-sahabat beliau tahu betul tentang hal ini. Mereka sering membantu sang proklamator jika mengalami kesulitan keuangan.
Pernah pada suatu ketika, di akhir bulan Ramadan, Bung Karno belum membayar zakat fitrah. Ia tidak mempunyai uang guna memenuhi kewajiban tersebut. Menjelang lebaran, Bung Karno menemui sahabatnya, Roslan Abdoelgani (mantan menteri luar negeri) untuk meminjamkan uang.
"Cak, tilpuno Anang Tayib. Kondo'o nek aku gak duwe duwik," kata Bung Karno. (cak, telponkan Anang Tayib, beritahu kalau saya tidak punya uang).
Anang Tayib adalah keponakan Roeslan Abdulgani yang menjadi pengusaha peci merek Kuda Mas, yang sering dipakai Bung Karno. Dia tinggal di Gresik, Jawa Timur.
"Beri aku satu peci bekasmu. Saya akan lelang," kata Roeslan Abdulgani.
"Bisa laku berapa, cak?" tanya sang presiden.Â
"Wis, Tah. Sing penting tahu beres," tukas Roeslan Abdulgani.
Kemudian Roeslan Abdulgani menyerahkan peci bekas Bung Karno kepada keponakannya, Anang Tayib. Anang melaksanakan perintah untuk melelang peci tersebut. Roeslan Abdulgani terkejut ketika mengetahui banyak peserta yang mengikuti lelang peci bekas Bung Karno.
Peserta lelang ternyata rerata pengusaha yang berasal dari Gresik dan Surabaya. Herannya, peci yang dilelang tidak hanya satu, melainkan ada tiga peci. Roeslan menjadi kaget.
"Saudara-saudara," kata Anang di depan peserta lelang.