Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Bung Karno Tidak Punya Uang untuk Membayar Zakat

13 Mei 2021   10:18 Diperbarui: 13 Mei 2021   10:22 1719
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada sebuah kisah yang mengharukan dari presiden pertama RI, Soekarno. Beliau dikenal sebagai orang yang sederhana dan jujur. Sangat berbanding terbalik dengan pejabat zaman sekarang yang justru berlomba-lomba korupsi.

Bung Karno sering tidak punya uang. Sahabat-sahabat beliau tahu betul tentang hal ini. Mereka sering membantu sang proklamator jika mengalami kesulitan keuangan.

Pernah pada suatu ketika, di akhir bulan Ramadan, Bung Karno belum membayar zakat fitrah. Ia tidak mempunyai uang guna memenuhi kewajiban tersebut. Menjelang lebaran, Bung Karno menemui sahabatnya, Roslan Abdoelgani (mantan menteri luar negeri) untuk meminjamkan uang.

"Cak, tilpuno Anang Tayib. Kondo'o nek aku gak duwe duwik," kata Bung Karno. (cak, telponkan Anang Tayib, beritahu kalau saya tidak punya uang).

Anang Tayib adalah keponakan Roeslan Abdulgani yang menjadi pengusaha peci merek Kuda Mas, yang sering dipakai Bung Karno. Dia tinggal di Gresik, Jawa Timur.

"Beri aku satu peci bekasmu. Saya akan lelang," kata Roeslan Abdulgani.

"Bisa laku berapa, cak?" tanya sang presiden. 

"Wis, Tah. Sing penting tahu beres," tukas Roeslan Abdulgani.

Kemudian Roeslan Abdulgani menyerahkan peci bekas Bung Karno kepada keponakannya, Anang Tayib. Anang melaksanakan perintah untuk melelang peci tersebut. Roeslan Abdulgani terkejut ketika mengetahui banyak peserta yang mengikuti lelang peci bekas Bung Karno.

Peserta lelang ternyata rerata pengusaha yang berasal dari Gresik dan Surabaya. Herannya, peci yang dilelang tidak hanya satu, melainkan ada tiga peci. Roeslan menjadi kaget.

"Saudara-saudara," kata Anang di depan peserta lelang.

"Sebenarnya hanya satu peci yang pernah dipakai Bung Karno. Tetapi saya tidak tahu lagi yang mana yang asli. Yang penting, anda ikhlas atau tidak?"

"Ikhlas," seru para peserta lelang.

"Alhamdulillah," kata Anang.

Proses lelang berlangsung lancar. Dalam waktu singkat terkumpul uang sepuluh juta rupiah. Jumlah yang sangat banyak pada waktu itu. Semua uang itu segera diserahkan kepada Roeslan Abdulgani.

"Asline rak siji," kata Roeslan. (Yang asli kan cuma satu).

"Ya, sebenarnya dua peci lainnya akan saya berikan kepada Bung Karno," jelas Anang.

"Tapi kedua peci itu jelek," tukas Roeslan Abdulgani.

"Memang sengaja saya buat jelek. Saya ludahi, saya basahi dan saya kasih minyak supaya terlihat bekas dipakai," tutur Anang.

"Kurang ajar, kamu Nang. Kamu menipu banyak orang," tegur Roeslan.

"Kalau ndak begitu, mana mungkin dapat banyak uang," Anang membela diri.

Akhirnya Roeslan menyerahkan semua uang hasil lelang kepada Bung Karno.

"Cak, kok banyak banget uangnya?" Bung Karno kaget.

Roeslan lalu menceritakan bagaimana cara Anang melelang peci Bung Karno. 

"Kurang ajar Anang. Kalau begitu siapa yang berdosa? Saya atau Anang?" Bung Karno gusar.

"Anang," jawab Roeslan. Ia lalu bertanya lebih lanjut,"Uang begitu banyak mau dibuat apa?".

"Untuk zakat fitrah ku. Bawalah semua uang ini ke makam Sunan Giri. Bagikan untuk semua orang yang melarat di sana," pinta Bung Karno.

Sumber: buku  "Suka Duka Fatmawati Soekarno" seperti diceritakan kepada Adrai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun