Saya yakin hampir semua orang mengetahui tentang firasat. Ada yang mengartikannya sebagai petunjuk Tuhan, ada yang menerjemahkan sebagai indra keenam dan ada yang menganggapnya tak lebih dari naluri belaka. Tetapi pada dasarnya, firasat ini sering memberi tahu kita tentang suatu peristiwa yang akan terjadi.
Namun yang lebih banyak diperhatikan adalah firasat mengenai hal yang buruk atau musibah. Peristiwa yang menimbulkan kesedihan, kedukaan karena kehilangan sesuatu. Bisa jadi itu adalah harta benda, jabatan atau seseorang yang memiliki hubungan dekat dengan kita.
Begitu pula dengan saya yang kerap mendapat firasat ketika akan ada anggota keluarga yang akan berpulang kepada Allah SWT. Terutama yang mempunyai hubungan batin cukup dekat, menjadi bagian dari hidup kita. Saya menyebutnya sebagai firasat kematian.
Misalnya ketika ibu saya akan meninggal dunia. 40 hari sebelumnya sudah mulai terjadi hal-hal yang tidak biasa. Alat penanak nasi tetiba rusak, menyusul alat setrika, kaca bufet yang pecah dan seterusnya.Â
10 hari menjelang wafatnya, saya ingat waktu itu Minggu malam, sudah agak larut. Semua orang sudah tidur, tapi saya masih membaca ayat suci Alquran dan berzikir. Kemudian ada suara ketukan di pintu kamar, saya merasa heran.
Saya bangkit membuka pintu kamar, dan ternyata memang tidak ada siapapun yang terlihat. Siapakah yang mengetuk pintu kamar? Jantung ini berdesir. Firasat saya mengatakan bahwa itu adalah ketukan malaikat maut yang memberitahukan bahwa tak lama lagi ia akan melaksanakan tugasnya.
Ya, ibu saya sudah terbaring sakit selama sembilan bulan. Saya menghentikan semua kegiatan untuk merawat ibu, terutama untuk membimbing beliau agar selalu tawakal, berserah diri kepada Allah SWT.
Esok harinya, mulailah ibu saya melihat tamu-tamu ghaib yang datang. Setiap hari hal itu berlangsung hingga wafat pada Rabu setelah Subuh. Dalam sepuluh hari itu banyak hal yang membuka mata hati saya tentang keberadaan malaikat Izrail.
Tahun berikutnya, firasat itu datang lagi saat saya sedang sholat Tahajud. Ada ketukan di pintu kamar, setelah saya buka, tidak ada seorangpun yang tampak. Maka saya langsung tahu, ada orang terdekat yang akan meninggal dunia. Betul saja, pagi hari saya mendapat kabar ibu angkat masuk rumah sakit.
Beberapa hari dalam keadaan koma, saya ikut mendampingi bersama anak-anak kandung dan keluarga beliau. Kondisi semakin buruk, dan akhirnya berpulang ke Rahmatullah. Saya melepas dengan ikhlas karena tahu hal ini pasti terjadi.
Peristiwa lain, saya mempunyai seorang kakak laki-laki di kota lain. Dia memang sedang menjalani berobat jalan karena sakit jantung. Tadinya sudah di operasi di RS Harapan Kita, Jakarta, kelihatan sudah membaik sehingga pulang ke rumah.
Pada suatu pagi, saya sedang memegang piring kecil. Tetiba piring itu pecah terbelah dua, pas di tengah. Padahal saya tidak melakukan apapun dengan piring itu, hanya rencana mau mengambil beberapa potong kue.
Seketika saya pun merasa bakal ada sesuatu yang terjadi. Betul saja, tak berapa lama kemudian ada telepon dari keponakan kalau kakak saya meninggal dunia.
Nah, hal ini terjadi pada Jumat kemarin, tanggal 12 Maret. Tetiba gelas saya pecah berantakan jatuh ke lantai. Padahal selama ini saya tidak pernah memecahkan gelas. Saya merasa was-was karena tahu akan ada lagi peristiwa duka.
Esok paginya, ada kabar bahwa kakak perempuan saya yang menderita kanker telah dipanggil Allah SWT. Saya tercenung, betapa dekatnya saya dengan firasat kematian. Ini mungkin suatu kelebihan atau anugerah bagi banyak orang, meski akhirnya berujung duka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H