Warga negara Indonesia memang menggelikan, segala sesuatu dibuat menjadi rumit. Hal yang mudah dibikin susah. Hal yang sederhana dibikin semrawut. Seperti soal vaksin sinovac yang diprogramkan pemerintah sekarang ini.
Padahal pemberian vaksin sinovac ini mirip dengan apa yang dijalankan oleh Turki. Presiden Turki Erdogan telah mendapat suntikan vaksin sinovac dan kemudian mendistribusikan vaksin itu ke seluruh negeri. Rakyat, berdasarkan skala prioritas telah menerima suntikan vaksin yang sama.
Ironinya, di Indonesia terdapat ribuan penggemar Erdogan, tetapi tidak mengikuti teladan yang diberikan. Prestasi Jokowi disuntik vaksin sinovac, tetap saja ada kelompok yang gencar membully. Rasanya gemas melihat sekelompok masyarakat yang berpandangan sempit seperti itu.
Jadi, ada beberapa perbedaan reaksi antara masyarakat Turki dan masyarakat Indonesia dalam menerima program vaksin gratis sinovac. Antara lain:
Pertama, rakyat Turki menerima informasi resmi dari pemerintah dan mempercayainya. Sedangkan di Indonesia, ada saja sebagian masyarakat yang su'udzon, berprasangka buruk dan nyinyir kepada pemerintah.
Hal itu disebabkan oleh fitnah kelompok oposisi yang berusaha mendiskreditkan pemerintahan Jokowi. Mereka menyebarkan fitnah secara masif sehingga menimbulkan kerancuan dan keraguan pada masyarakat. Fitnah ini bertebaran di media sosial.
Kedua, lembaga-lembaga swasta maupun negeri mendukung upaya pemerintah Turki. Berbeda dengan Indonesia, yang seharusnya mendukung pemerintah, justru sibuk mengambil keuntungan di tengah kesempitan. Misalnya rumah sakit, lembaga-lembaga terkait yang hobi membisniskan obat-obatan, termasuk vaksin. Mereka telah membuat kepercayaan pada pemerintah juga luntur.
Namun yang paling parah adalah oknum-oknum di kementerian dan lembaga-lembaga pemerintah terkait yang masih menjalankan praktik korupsi. Distribusi vaksin ini bisa menjadi celah korupsi mereka. Nantinya pemerintahan Jokowi juga yang kena getahnya.
Ketiga, masyarakat Turki membaca informasi yang diberikan dengan baik. Sebaliknya masyarakat Indonesia yang malas membaca. Mereka enggan mencari informasi yang benar, tidak pernah cek dan ricek setiap informasi yang beredar di media sosial. Bahkan kebanyakan hanya membaca judul. Mereka tidak mencerna, tetapi sibuk mencela tanpa berpikir.
Kita bisa simak pola pikir masyarakat kita melalui komentar-komentar yang tertulis di bawah link berita di media sosial. Sangat jarang terdapat komentar yang cerdas.Â
Keempat, partai oposisi yang berusaha menyudutkan pemerintah diminimalisir dengan tegas. Sedangkan di Indonesia, partai seperti itu, menyebarkan ujaran kebencian melalui wakil mereka di DPR yang kemudian diikuti oleh para penganutnya.