Kekasih, aku tahu salju telah memutih. Butiran-butirannya akan segera  memenuhi rerumputan, pepohonan, hutan dan pegunungan, bahkan juga di atap rumah kita. Tetapi aku yakin hatimu tetap hangat, karena api rindu yang terus menyengat.
Hasratku ingin datang mendekap tubuhmu dalam dingin yang menyergap. Menikmati desah nafasmu pada malam-malam yang panjang. Dan kita pun tak segan menembus batas senyap.
Ketika rinai hujan jatuh berderai di sepanjang hari, seiring dengan salju yang menyelimuti, jarak menjadi pembunuh abadi. Kau menanti, aku juga menanti, hari di mana semua ini akan berhenti. Sebuah pertemuan dari cinta sejati.
Satu hal yang harus kita pahami, dunia berhenti menyanyi ketika dilanda pandemi. Segala rencana tinggal terpatri. Satu demi satu ditanggalkan, disesuaikan dengan perkembangan zaman. Kemudian aku pun terpaksa menidurkan perjalanan.
Dalam sunyi aku menghidupkan ilusi, tentang kita dalam bahagia yang abadi. Menorehkan catatan hari demi hari, untuk rindu yang bersemayam di hati. Jangan kau semaikan ragu. Percayalah, waktu begitu cepat berlalu.
Derai air mata mungkin ada di sekitar kita. Mereka yang kehilangan cinta dalam waktu sekejap saja. Memutus harapan ketika jasad telah dikuburkan. Hidup lalu menjadi tidak seimbang, kala mereka kehilangan pasangan.
Namun engkau dan aku, haruslah tetap bersatu. Meski berkorban tanpa batasan waktu. Cinta selalu diuji dengan kesabaran yang tinggi. Kau menjaga diri, dan aku membatasi diri. Di ruang sunyi kita berbagi rindu dan imajinasi.
Kekasih, salju kian memutih, rindu ini semakin pedih. Meski senyum telah kau kirimkan ribuan kali. Aku tidak bisa mengelak untuk menghitung hari. Untaian doa melayang ke langit tertinggi, agar kita bertemu kembali.
Sungguh Tuhan hanya membutuhkan waktu sekejap. Kita jangan pernah berhenti berharap. Pandemi ini pasti akan lenyap. Yakinlah, penantianku tidak berbatas. Ini hanya sebuah mimpi buruk dalam kelamnya malam. Cintaku takkan padam.
Hadirkan aku dalam setiap ingatan. Di setiap tegukan kopi yang kau minum, atau butiran salju yang jatuh di halaman. Kehangatan itu adalah milik kita selamanya, sepanjang usia.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H