Aku termenung. Ya, dia benar. Kalau diingat-ingat, selama ini hubungan kami tidak jelas. Aku selalu merasa gamang dengan sikapnya.
Angin laut berhembus semilir membuat mataku terasa sangat berat. Tanpa sadar aku jatuh tertidur di hadapan lelaki itu kemudian meminum kopinya.
"Madame, ini pesanan anda," sebuah suara membangunkan aku.
Dengan mengucek mata, aku melihat pelayan kafe membawa secangkir kopi dan sepiring baklava. Tapi aku tidak melihat lelaki tadi. Cangkir kopinya pun tidak ada.
"Ya. Terima kasih. By the way, kemana lelaki yang tadi bersama saya?"Â
 "Lelaki yang mana?" Pelayan itu tampak kebingungan. "Dari tadi madame sendirian di sini."
"Lho, tadi ada kok satu orang lelaki yang mengajak ngobrol saya di sini sambil minum kopi."
"Madame," wajah si pelayan kelihatan serius. "Sejak tadi anda sendiri di tempat ini. Saya melihat anda sambil membuat pesanan kopi dan baklava. Saya justru heran, anda tampak seperti sedang bercakap-cakap dengan seseorang. Saya kira anda bicara sendiri."
Mendengar tutur pelayan itu aku ternganga. Tak tahu harus berkata apa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H