Sudah lama saya ingin melihat suku Baduy Dalam di Lebak, Banten. Waktu masa kuliah, kawasan Baduy Dalam masih tidak boleh dimasuki orang luar. Beberapa tahun terakhir ini baru diperbolehkan.
Memang kalau merencanakan sesuatu dari jauh-jauh hari, kadang gagal di tengah jalan. Niat ke Baduy Dalam sudah lama, tetapi baru bisa terlaksana pergantian tahun baru yang lalu secara mendadak.
Rencana semula akan ke Garut batal karena sesuatu hal. Ketika melihat tawaran trip ke Baduy Dalam, saya terdorong ikut. Berangkat pagi tanggal 31 Desember, pulang tanggal satu Januari.
Perjalanan ini terbilang cukup nekad, saya tak punya persiapan fisik sebagaimana jika mau naik gunung. Ternyata medan yang dilalui lebih berat daripada ketika saya mendaki gunung Ijen beberapa bulan sebelumnya.
Track yang dilalui terasa semakin berat dengan hujan lebat yang terus menerus mengguyur. Jalur yang dilalui semakin terjal dan licin. Masalahnya, jalur ini tidak satu arah mendaki, melainkan naik turun, memutari bukit lewat tebing dan hutan.
Kaki saya saya terkena kram, mungkin disebabkan dingin air hujan atau kurangnya persiapan. Untung pemandu membawa minyak gaharu yang dioleskan di betis. Saya tertatih-tatih berjalan meski dibantu dengan sebuah tongkat. Semua orang mempunyai tongkat yang dibeli di bawah untuk membantu berjalan di track yang berat.
Sebelum hari semakin gelap, beberapa orang sempat membersihkan diri di sungai. Di perkampungan Baduy Dalam ini tidak ada kamar mandi, hanya sungai yang mengalir di belakang kampung. Kami dilarang menggunakan sabun dan odol.
Saya tidak berani mandi, hanya membersihkan sepatu sandal dan pakaian yang kotor dipenuhi tanah becek. Setelah itu menunaikan shalat Maghrib bersama teman-teman.