Bukan hanya itu, sesekali juga ada pocong yang muncul di bawah pohon. Mereka yang melihat, rerata di atas jam 12 malam atau sekitar dua dini hari.Â
Namun kami tidak banyak menggubris apa yang dikatakan tetangga atau petugas siskamling. Soalnya, sebagai pemuka agama, bapak tidak pernah peduli pada hal semacam itu.
Kami tenang-tenang saja tinggal di rumah itu, soalnya kami terdidik untuk menjadi keluarga yang taat. Rumah tidak pernah sepi dari alunan ayat-ayat suci. Kami pun melakukan ibadah sesuai perintah agama.
Memang tidak dipungkiri kadangkala ada rasa penasaran. Toh hal itu terjawab pada suatu hari, melalui orang yang ikut membangun perumahan (kuli bangunan). Â Ia menceritakan bahwa dahulu di rumah kami telah terbunuh sembilan perampok.
Perampok itu yang meneror warga atau penduduk asli Depok. Namun mereka berhasil dikalahkan oleh pendekar yang masih ada ketika itu. Sang pendekar bersama penduduk menangkap para perampok. Karena mereka melawan, mereka terbunuh.
Pada saat pembangunan perumahan dimulai, kuburan perampok tersebut dibongkar dan dipindahkan entah kemana. Tapi, kuli bangunan itu tidak yakin semuanya terangkat. Maka, rumah kami ada kemungkinan tetap  berada di atas kuburan tersebut.
Saya sendiri dan kakak-kakak selalu baik-baik saja, karena kami tidak pernah lupa membaca doa. Bukan berarti kami tidak pernah melihat penampakan, tapi karena kami menganggapnya biasa.
Ibu saya bisa melihat makhluk halus, dan saya juga tidak takut kepada mereka. Bagi saya, selama iman lebih kuat, mereka tidak akan bisa mengganggu.Â