Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Rumahku Bekas Kuburan 9 Perampok

2 September 2019   17:33 Diperbarui: 2 September 2019   17:33 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak banyak orang yang tahu mengenai hal ini, termasuk para tetangga. Soalnya keluargaku adalah kelompok pertama yang mendiami Perumnas Depok Satu. Ketika kami pindah, kawasan itu masih kosong dan sepi.

Bapakku, pegawai negeri yang bekerja di Departemen Agama (sekarang kementerian agama) yang mendapat jatah rumah di Perumnas Depok. Sebelumnya juga mendapat kesempatan mengambil rumah di daerah Kedaung, Ciputat. Tetapi karena rumah di Depok lebih besar, maka bapak memilih pindah ke Depok.

Pada tahun 1976, bapak mengambil rumah di perumnas Depok dengan tipe 70/200. Di depannya ada sebuah sungai, yang merupakan anak dari sungai Ciliwung. 

Perumnas Depok satu adalah perumahan yang pertama dibangun di Depok. Saat itu untuk menuju ke Depok, hanya bisa menggunakan opelet (seperti yang ada di film Si Doel anak Betawi). Jumlahnya pun terbatas, cuma enam buah.

Ketika tahun pertama bolak balik datang dan membersihkan rumah sebelum ditempati, kami merasa melalui perjalanan yang panjang. Apalagi masih banyak kebun dan hutan, sepanjang jalan begitu teduh, dahan-dahan pepohonan saling bertautan.

Saya masih kecil, tetapi cukup antusias untuk pindah. Senangnya melihat deretan rumah baru, dengan sungai dan pepohonan. Tetangga paling dekat, ratusan meter jauhnya. Rumah kanan kiri masih kosong.

Pada tahun 1977 kami pindah dari Mampang Prapatan Jakarta ke Depok. Beberapa rumah tetangga juga mulai terisi. Tapi suasana masih sangat sepi, dan kendaraan umum tetap opelet tua ke Jakarta. Kereta juga ada, bapak berangkat pagi-pagi untuk menumpang kereta dari stasiun Depok lama.

Pertumbuhan penduduk cukup cepat, lama kelamaan ramai juga. Tetangga semakin banyak, lalu dibentuk RT dan RW. Setelah itu ada siskamling untuk menjaga perumahan dari pencuri.

Nah mulailah cerita tentang rumah kami dari orang-orang yang melihat pada malam hari. Menurut orang yang bertugas siskamling, mereka sering melihat penampakan di rumah kami.

Ada yang pernah melihat kuntilanak bergayut di dahan pohon nangka di depan rumah. Ada pula yang melihat sosok tinggi besar dan hutan di depan rumah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun