Ini bukan julukan si Benyamin Sueb, yang aktor Betawi tulen. Tetapi julukan untuk diriku yang diberikan teman teman di lingkungan rumah.
Iya, Tarzan kota. Aneh ya? Soalnya aku anak perempuan. Masa mendapat julukan seperti itu. Cocoknya kan untuk anak laki-laki.
Ini gegara aku kelewat tomboy, sifatku seperti anak lelaki. Aku liar, kuat dan tidak cengeng. Hobiku yang senang memanjat pohon itulah yang menyebabkan aku dijuluki Tarzan kota.
Bagaimana tidak, aku bisa memanjat pohon lebih tinggi dari anak laki-laki. Aku lebih berani dari mereka, batang yang lebih kecil aku pijak tanpa takut jatuh.
Pohon pohon rambutan yang tinggi dan lebat di belakang masjid adalah tempat aku memanjat. Cuma, kalau ketahuan bapak, aku langsung melarikan diri. Kebetulan bapak adalah imam masjid. Beliau sering lewat di bawah pohon.
Pernah aku tak sadar bahwa bapak sedang lewat. Aku sedang asyik memetik rambutan yang kulitnya masih hijau dan memakannya di atas.
"Ti, koe ngapain. Rambutan mentah dipangan. Ojo gragasan. Ayo mudun!" Teriak bapak dengan nada marah.
Aku terkejut hingga rambutan yang kupegang jatuh ke bawah. Segera aku meluncur turun, pulang ke rumah.
Tapi aku juga pernah kepergok main layangan di atas genteng. Aku berdua dengan mas-ku (kakak lelaki yang persis di atasku). Kami menggunakan tangga yang disenderkan pada batang pohon belimbing di belakang rumah.
Nah, main layangan kan memang maju-mundur, mengikuti arah angin. Kami lupa bahwa sebagian genteng tidak berada pada jalur berpaku. Terinjak beberapa genteng yang langsung berbunyi berderak.
Kami kaget bukan kepalang. Wah, ada yang pecah. Bagaimana ini kalau ketahuan? Kami diam seribu bahasa. Takut terdengar oleh bapak dan ibu yang sedang di dalam rumah.