Aku melirik kalender di atas meja. Ah, lebaran tinggal beberapa hari lagi. Seharusnya aku bersiap-siap untuk segera pulang.
Pulang, kata itu membuat aku merasa bersemangat, bergairah. Sebab di samping ada emak yang hangat dengan kasih sayangnya.
Aku anak ragil atau bungsu dalam keluarga, dengan tiga kakak perempuan dan dua kakak laki-laki. Wajar saja jika aku teramat disayangi oleh EmakÂ
Dalam pembagian soal makanan, aku selalu diistimewakan. Aku mendapat jatah paling banyak. Hal ini yang kadang membuat kakak kakakku berang, emak dibilang pilih kasih.
Menu masakan keluarga setiap hari juga berdasarkan keinginanku. Kalau aku sedang ingin makan sayur asem dan ikan asin, maka itulah yang akan dimasak oleh Emak.
"Jangan lupa sambel yang banyak ya, Mak," kataku ngalem (memanjakan diri).
"Iya, nduk," emak tersenyum.
Aku memang bisa menjadi sangat lahap jika ada sambel buatan emak. Sambel terasi yang rasanya sangat enak. Selain untuk makan nasi, aku sering mencocolnya dengan timun segar.
"Jangan kebanyakan makan sambel. Nanti perutmu sakit," emak geleng geleng kepala melihat aku terus mencocol sambel.
"Enggak lah, Mak. Perutku sudah kebal. Justru sambel emak yang paling cocok, gak pernah bikin sakit perut," kataku sambil terus mengunyah.
"Sambel emak tiada duanya," kataku setelah kekenyangan. Emak hanya tertawa.