Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Belajar Toleransi dari Selandia Baru

20 Maret 2019   15:06 Diperbarui: 21 Maret 2019   10:00 767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
PM Selandia Baru, Jacinda Ardern (dok.arabianbusiness.com/getty images)

Selama ini saya hanya sekilas saja mengenal Selandia Baru, karena fokus di Timur Tengah. Saya hanya tahu bahwa negara ini aman dan damai, tanpa menyelami kedalamannya.

Sekarang saya betul-betul melek bahwa Selandia Baru adalah contoh negara idaman. Di mana masyarakat hidup tenteram dengan segala keberagaman budaya dan etnis yang ada.

Tragedi aksi terorisme yang dilakukan pelaku justru memperlihatkan bagaimana indahnya kehidupan di Selandia Baru. Teroris itu hanya pendatang yang menyasar ke sana, sedangkan negeri ini aslinya adalah negeri yang damai.

Saya sungguh "angkat topi" untuk Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern. Perempuan pemimpin yang arif bijaksana, mengayomi seluruh masyarakat yang ada di Selandia Baru.

Jacinda Ardern tidak segan segan mengucap salam "Assalamualaikum" dalam pidatonya. Ia juga mengenakan pakaian berwarna hitam dengan kerudung hitam sebagai pertanda duka cita yang mendalam.

Bahkan kemarin, dalam pidatonya Jacinda Ardern tidak mau menyebut nama si teroris. Ia mengimbau agar lebih banyak menyebut nama korban daripada si teroris. 

Bagi Jacinda Ardern, teroris tidak berhak mendapatkan apapun di Selandia Baru, meski itu adalah sebuah nama. Selandia Baru bukan untuk teroris.

Namun yang paling membuat saya kagum adalah sikap masyarakat Selandia Baru. Mereka menunjukkan empati yang begitu tinggi.

Masyarakat Selandia Baru, terutama yang berada di kota itu, meletakkan karangan bunga di lokasi kejadian. Sungguh mengharukan pula melihat sepasang pengantin juga meletakkan karangan bunga setelah selesai menjalani upacara pernikahan.

Masyarakat berbondong-bondong mendatangi keluarga korban, memberikan pelukan kedamaian. Sehingga umat muslim tidak merasa sendiri. Mereka semua bersaudara.

Tanpa diperintah, banyak orang menggalang dana bantuan yang kemudian diberikan kepada keluarga korban. Mereka juga turut menghadiri pemakaman para korban yang dimakamkan secara Islami.

Lebih menggetarkan jiwa ketika melihat anak-anak sekolah mengumandangkan azan. Murid-murid itu menunjukkan bagaimana menghargai teman-teman muslim. 

Sementara orang-orang dewasa, telah menyerahkan senjata senjata yang dimiliki. Memang ada lisensi penggunaan senjata, dan bisa dibeli di toko-toko senjata.

Tetapi senjata-senjata itu mereka gunakan untuk berburu, atau menembak binatang yang menjadi hama di perkebunan dan pertanian. Mereka tidak pernah menggunakan senjata untuk melukai orang lain.

Aduhai, betapa indahnya kehidupan masyarakat Selandia Baru ini. Mereka penuh toleransi, tidak ada perbedaan antara suku bangsa. Hidup bergandengan tangan sebagai penduduk.

Andai saja negeri Nusantara tercinta ini bisa demikian. Malu rasanya berkelahi antara saudara sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun