Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Caleg Milenial, Ambisi Mengubah Negeri atau Popularitas Pribadi?

12 Maret 2019   14:19 Diperbarui: 13 Maret 2019   22:13 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Caleg milenial PSI (dok.tempo)

Pada Pemilu 2019 ini kita melihat fenomena banyaknya calon legislatif yang berasal dari kaum milenial. Mereka berusia di bawah 35 tahun.

Bagaimana kita menyikapinya? Apakah kita harus bergembira dengan jumlah caleg Milenial yang meningkat? 

Di satu sisi, fakta tersebut membuktikan bahwa kaum milenial semakin tertarik untuk berkiprah di bidang politik. Tetapi di sisi lain, kita harus lihat latar belakang mereka atau motivasi yang mendorong mereka terjun ke dunia politik.

Memang generasi muda layaknya memberi perhatian kepada kondisi bangsa dan negara. Di antara mereka ada yang melihat ketidakberesan dalam kehidupan sosial masyarakat.

Mereka lantas tergugah untuk melakukan perubahan. Cara yang paling tepat adalah dengan menjadi pembuat undang-undang yang mengatur semua itu.

Namun sayangnya, tidak semua didasari keinginan yang idealis seperti itu. Sebagian lagi justru karena tergiur dengan jabatan, fasilitas dan harta yang bisa diperoleh.

Perlu diketahui, menjadi anggota DPR adalah batu loncatan untuk menjadi menteri. Hal itu terjadi jika mereka berada di partai pengusung dan pendukung presiden terpilih.

Jabatan menteri bisa menjadi jatah dari pimpinan partai partai tersebut. Biasanya dari level ketua hingga sekjen. Sedangkan sisanya mendapat jatah sebagai komisaris di BUMN, BUMD dan ada juga menjadi Duta Besar.

Karena jumlah anggota DPR/DPRD lebih banyak dari kuota juga, yang tidak terpilih tidak perlu gigit jari. Toh, di DPR juga merupakan tempat "basah'. 

Proyek proyek vital harus mendapatkan persetujuan lembaga legislatif tersebut. Izin usaha sampai dengan peraturannya harus melewati meja DPR/DPRD. Tidak sedikit uang yang berputar di meja setiap anggota.

Karena itu jangan heran jika anggota DPR DPRD menjadi kaya raya. Mereka bukan hanya bisa balik modal, tapi juga menyimpan'sesuatu' di luar negeri.

Sebagai contoh, lihat saja tingkah polah anggota DPR yang sekarang masih bercokol di Senayan. Boleh dikatakan, tidak ada yang benar-benar membela rakyat, apapun partainya.

Kehidupan nikmat seperti itu bukan tidak mungkin menjadikan kaum milenial terpukau. Mereka juga ingin hidup enak. Penampilan perlente, ada mobil, rumah dan PIL/WIL.

Coba tengok, berapa banyak anggota DPR DPRD yang sudah terciduk karena Korut, narkoba dan selingkuh. Ini karena mereka memuaskan diri sendiri, bukan memperjuangkan rakyat.

PSI menjadi fenomenal karena berisi kaum milenial. Ketua umumnya, Grace Natalie muda dan cantik. Ia menjadi magnet bagi generasi muda.

Walaupun PSI memiliki dewan penasihat (atau sejenisnya) yang terdiri dari politikus senior, belum dapat dipastikan bahwa partai ini nasionalis dan memperjuangkan rakyat. Hal yang meragukan adalah, begitu ketat PSI menempel pada Jokowi.

PSI tampak ingin sangat dekat dengan kekuasaan. Saya tidak melihat bahwa itu demi kepentingan rakyat. Justru partai ini mengincar jatah kekuasaan, meski belum tentu lolos PT.

Dan dari pernyataan pernyataan pimpinan partai muda ini, serta sepak terjangnya, sama sekali tidak mencerminkan politikus yang memiliki wawasan luas dan mendalam. Pemikiran mereka masih dangkal, sebatas pada permukaan saja.

Contoh lain dari kaum milenial adalah Diaz Hendropriyono. Ia menjadi ketua partai karena dikarbit oleh ayahnya dengan cara merebut PKPI dari kader asli. 

Namun kalau tahu yang sebenarnya, semenjak dipegang Diaz, PKPI ditinggalkan kader kadenya. Hingga boleh dibilang partai ini tidak memiliki massa.

Apakah itu menjadi masalah? Tidak juga. Jika Jokowi terpilih kembali, ia tetap berhak meminta jatah jabatan. Ia optimis karena bapaknya adalah rekan petinggi PDIP.

Karena itu, saya untuk sementara hanya menjadi penonton dulu. Saya tidak bisa bergembira atau optimis dengan banyaknya caleg Milenial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun