Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Mengenal Vihara Avalokitesvara, Tertua di Banten

4 Februari 2019   11:30 Diperbarui: 4 Februari 2019   11:30 991
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saya di tengah dua pilar naga (dok.pri)

Tidak sulit untuk mencari Vihara Avalokitesvara yang terletak di kawasan Banten lama ini. Kita bisa mengunjunginya sekaligus dengan dua reruntuhan keraton dan masjid Agung Banten. Lokasinya tidak berjauhan, mudah dicapai dengan angkutan umum atau kendaraan pribadi.

Bagi yang menggunakan kereta lokal jurusan Rangkas Bitung-Merak, paling pas turun di stasiun Serang. Dari stasiun, kawasan Banten lama hanya berjarak sekitar 15 km saja. Di sana juga ada kendaraan ojek online dan angkot kecil berwarna biru.

Jalan-jalan yang rusak pun telah diperbaiki oleh Pemda setempat. Kawasan Banten lama ini menjadi rapi , tidak kumuh dan lebih tertata. Tetapi jika ingin mengunjungi beberapa tempat sekaligus, memang yang paling efektif adalah membawa kendaraan sendiri.

Vihara Avalokitesvara termasuk wilayah kecamatan Kasemen, Banten Lama. Bangunan ini masih tampak kokoh dan megah, meski dibangun pada abad 16. Pada masa itu Banten berada di bawah kekuasaan Kesultanan Cirebon, dalam naungan Sunan Gunung Jati.

Pembangunan vihara ini tidak lepas dari kisah cinta Sunan Gunung Jati dengan seorang putri Cina bernama Ong Tien. Ketika Sunan Gunung Jati menyebarkan Islam di Cina, sang putri terpikat kepadanya. Sehingga ketika kembali ke tanah air, putri Ong Tien kemudian menyusul.

Di Banten itu sang putri singgah, ia dikawal oleh banyak pasukan yang masih memegang teguh kepercayaannya. Karena itu Sunan Gunung Jati memerintahkan membangun vihara agar mereka bisa beribadah. Sedangkan sang putri, menjadi mualaf dan pindah ke kesultanan Cirebon.

Gedung Vihara (dok.pri)
Gedung Vihara (dok.pri)
Uniknya, vihara ini memiliki nama lain yaitu Kelenteng Tri Darma. Karena sesungguhnya vihara ini melayani tiga kepercayaan sekaligus yaitu Kong Hu Cu, Taoisme dan Budha. Tetapi vihara ini juga terbuka untuk siapa saja. Kita pun bebas memasuki dan melihat-lihat isinya.

Pada waktu gunung Krakatau meletus, vihara ini menjadi tempat perlindungan karena selamat dari guncangan gempa dan tsunami. Sampai sekarang vihara ini utuh, dengan ciri khas merah dan kuning sebagaimana vihara lainnya.

Gerbang dan atap dari vihara berhiaskan dua naga yang saling berhadapan. Mereka memperebutkan mustika sang penerang (matahari). Dua sosok naga ini tampak jelas terlihat begitu ketika berada di depan gerbang.

Altar Dewi Kwan Ini (dok.pri)
Altar Dewi Kwan Ini (dok.pri)
Altar Dewi Kwan Im merupakan altar utama. Sebenarnya patung Dewi Kwan Im, ada yang usianya sama dengan vihara ini, tetapi karena mengalami kerusakan, digantikan dengan patung baru. Sedangkan yang lama disimpan dan ditutupi dengan selendang.

Di sekeliling altar Dewi Kwan Im,  16 patung dewa-dewa yang lain.  Ada pula sepasang tiang penyangga berhiaskan naga. Sedangkan di bagian belakang terdapat arca Budha Gautama. Aula ini dikhususkan untuk penganut Budha. Selain itu ada pula penginapan bagi yang membutuhkan.

Saya di tengah dua pilar naga (dok.pri)
Saya di tengah dua pilar naga (dok.pri)
Di  bagian samping terdapat lorong yang agak panjang ke belakang. di dinding lorong kita bisa membaca beberapa manuskrip. Salah satunya adalah tentang letusan gunung Krakatau pada tahun 1883. Manuskrip lainnya menceritakan berbagai peristiwa bersejarah. Lorong ini agak sepi dari pengunjung.

Manuskrip tentang letusan gunung Krakatau (dok.pri)
Manuskrip tentang letusan gunung Krakatau (dok.pri)
Di sekitar bangunan vihara terdapat warung-warung penjaja makanan yang semakin banyak. Tetapi bagi yang muslim, perlu hati-hati karena tidak semuanya halal untuk dimakan. Tukang parkir dari penduduk setempat, cukup ramah mengarahkan mobil pengunjung.

Pada saat Imlek, para pengunjung membludak. Mereka gabungan dari orang yang ingin beribadah, turis yang ingin berwisata dan para penduduk yang mengharapkan rejeki dari Vihara.

Karena itu, jika datang ke Vihara ini pada masa Imlek dan Cap go meh, sulit untuk mendapatkan parkir. Alternatif parkir adalah di sekitar dinding benteng keraton.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun