Masyarakat Indonesia yang begitu mudah mempercayai berita  dari media sosial, membuat saya sangat prihatin. Tanpa ragu mereka menyebarkannya sehingga menjadi viral dan menghebohkan dunia maya. Padahal sebagian besar berita itu adalah berita hoaks.
UU ITE telah menjadi peringatan bagi warganet agar berhati-hati dalam memposting suatu berita atau informasi. Tetapi masih saja ada yang tersandung  dan menjadi pesakitan dalam genggaman aparat.  Herannya, sebagian yang tertangkap adalah orang yang tergolong intelektual, misalnya guru/dosen.
Mengapa mereka senang menyebarkan berita tanpa cek dan ricek? Pertama, ada unsur fanatisme yang tergugah menyebarkan berita untuk mendukung seseorang atau kelompok yang dipujanya. Mereka yang telah terindoktrinasi paparan pemimpin dalam kelompok yang didukungnya.
Kedua, adalah orang yang memiliki kelainan mental, mencari perhatian dengan menggunakan media sosial. Mereka ingin menjadi orang pertama yang menyebarkan berita agar terkenal di dunia maya. Banyaknya 'like' dan komentar akan membuat dia merasa bahagia.
Ketiga adalah orang bodoh yang senang ikut-ikutan. Mereka mengikuti arus yang berkembang di media sosial. Orang-orang ini tidak mau ketinggalan dengan sesuatu yang viral, meski tidak tahu bagaimana kebenarannya.
Namun saat ini yang paling dominan adalah orang yang fanatik terhadap seseorang atau golongannya sendiri. Mereka adalah pendukung salah satu pasangan Capres/cawapres yang akan bertarung pada Pemilu bulan April mendatang. Mereka sangat 'kekeuh' dengan apa yang dipercayainya.
Ada pepatah, jangan menasehati dua macam orang yaitu orang yang sedang jatuh cinta dan orang yang fanatik mendudung capres. Segala nasihat tidak akan mempan bagi mereka. Ibaratnya masuk telinga kiri keluar telinga kanan. Mereka hanya mau mempercayai apa yang ingin mereka dengar.
Cyber Army
Warganet sesungguhnya jarang yang menyadari  bahwa sebagian besar status atau gambar di media sosial  sengaja diciptakan untuk menimbulkan kontoversi. Dengan begitu akan memancing  perdebatan, perseteruan dan perkelahian. Mereka menjadi saling bermusuhan.
Dalam setahun terakhir berita hoaks tersebut semakin gencar beredar di media sosial. Akibatnya jelas, berita hoaks telah memecah belah masyarakat. Mereka menjadi terbagi antara dua golongan yang fanatik, pemarah dan kebal terhadap data dan fakta yang disodorkan kepadanya.
Perlu diketahui, berita hoaks memiliki kekuatan untuk mempengaruhi pikiran karena menggunakan teknik Hypnowriting. Teknik Hypnowriting adalah tulisan atau gambar yang dapat menghipnotis sehingga orang fokus dan terus membaca tulisan tersebut, bahkan mempercayainya tanpa dipikirkan kembali.Â