Mau kemana liburan ini? Kebanyakan orang akan pergi ke tempat-tempat wisata yang sudah main stream. Misalnya Pulau Bali, kota Jogjakarta, pantai-pantai dan ada juga yang pergi ke luar negeri. Tiket pesawat, kapal, atau kereta sudah habis dipesan jauh-jauh hari.
Lalu bagaimana bagi yang anti main stream? Mereka tentu saja mencari tantangan. Liburan diisi dengan kegiatan yang memacu adrenalin. Saya termasuk yang seperti ini. Bosan dengan pemandangan kota dan kehidupan modern, lari kembali kepada alam nan asri.
Beberapa waktu yang lalu, saya memutuskan untuk kembali mencoba panjat tebing. Ssst, saya sudah bertahun-tahun tidak melakukannya. Jadi panjat tebing ini akan saya lakukan dengan beberapa resiko. Maklum, usia sudah di kepala empat, tentu stamina tidak prima dan sekuat dulu.
Bermula dari janjian di sebuah grup backpacker, saya dan teman teman sepakat berkumpul di Cililitan. Kami ada sekitar 15 orang, menggunakan tiga mobil dengan sistem sharing cost, masing-masing jatuhnya 80 ribu, sedangkan untuk biaya panjat tebing adalah 100 ribu.
Tujuan kami adalah Gunung Parang yang terletak di Purwakarta. Gunung ini cukup populer di kalangan pecinta alam dan pemanjat tebing karena posisinya yang sangat vertikal. Gunung ini hanya diselimuti pepohonan di kakinya saja, sedangkan tubuhnya adalah batu cadas.
Ternyata tidak semua teman disiplin, ada yang datang terlambat sehingga kami baru berangkat sekitar pukul sembilan pagi. Padahal di tol Cikampek kemacetan cukup parah. Alhasil kami baru tiba di kaki Gunung Parang pada jam satu siang. Kami pun istirahat sambil makan dan minum sekedarnya.
Pemandu kami masih cukup muda, dipanggil 'Aa' karena dia orang Sunda. Untuk persiapan, kami mengenakan alat pengaman, seat belt yang ada kaitan besinya untuk memanjat. Sebelum naik, kami menyempatkan diri berdoa dahulu dan sedikit briefing dari pemandu.
Maka mulailah perjalanan memanjat tebing. Terlebih dahulu kami mendaki seperti biasa, sampai pada satu titik tolak di mana panjat tebing dilakukan. Eh, itu saja sudah memakan tenaga. Saya tersadar bahwa tahun ini sangat minim berolahraga sehingga mudah lelah dan kehabisan nafas.
Sebagian besar anggota grup adalah anak muda, ada yang masih mahasiswa. Sedangkan yang sepantaran saya hanya dua orang wanita dan dua pria, dan mereka sudah sering panjat tebing dan naik gunung, minimal sebulan sekali. Ahai, jelas saya kalah stamina dengan mereka.
Saya berjalan paling belakang, kalah cepat dan kalah kuat. Dalam hati saya bertanya-tanya sendiri, kenapa saya nekad ikut panjat tebing tanpa persiapan. Sekarang sudah terlanjur, tidak mungkin mundur. Saya hanya berdoa terus menerus agar diberi kekuatan oleh Allah.
Panjat tebing itu berat banget, coy. Apalagi dengan berat badan yang bertambah. Saya jadi bertekad untuk melangsingkan badan jika sukses dalam panjat tebing ini. Terasa kaki dan tangan agak gemetar menahan beban. Kami memanjat selangkah demi selangkah, sebab harus sambil mengaitkan besi pengaman.