Presiden Amerika Serikat, Donald Trump telah mengutus Pompeo ke Arab Saudi untuk menyelesaikan beberapa masalah. Salah satunya adalah kasus jurnalis Jamal Khashoggi yang hilang ketika mendatangi konsulat Arab Saudi di Istanbul Turki. Berdasarkan penyelidikan aparat Turki, jurnalis itu telah dibunuh.
Semula, Trump tidak terlalu memberikan perhatian kepada kasus Jamal Khashoggi. Tetapi pers yang memberitakan dengan gencar telah mendorong ia agar lebih concern terhadap masalah itu. Apalagi The Washington Post mengungkap bahwa dinas intelejen Amerika Serikat mengetahui rencana Arab Saudi 'menindak' Jamal Khashoggi.
Trump sudah sepatutnya memberi perhatian. Bukan hanya karena Jamal Khashoggi adalah kolumnis terkenal dari The Washington Post. Jurnalis itu juga sudah menjadi warga negara Amerika Serikat. Dua hal ini yang paling  mendesak Trump untuk menangani kasus tersebut.
Maka diutuslah Pompeo ke Arab Saudi menemui Putra Mahkota, Muhammed bin Salman dan jajarannya. Selain membicarakan tentang 'uang keamanan' yang harus dibayar Arab Saudi kepada Amerika Serikat, juga membicarakan bagaimana menyelesaikan kasus Jamal Khashoggi.
Arab Saudi tidak akan bisa menyangkal bahwa Jamal Khashoggi sengaja dibunuh. Konsulat Arab Saudi tidak bisa membuktikan bahwa jurnalis itu keluar dari kantor konsulat dalam keadaan hidup. Tetapi tidak mungkin menyeret Putra Mahkota untuk bertanggung jawab terhadap pembunuhan itu. Meski empat tersangka merupakan orang dekat sanga Putra Mahkota.
Ada skenario yang telah disusun oleh Amerika Serikat dan Arab Saudi. Begitulah tujuan Pompeo datang ke kerajaan, memberikan pengarahan apa yang harus dilakukan untuk menyikapi kasus ini. Kedua pihak telah berunding dan mencari jalan keluar terbaik.
Menurut CNN dan The Washington Post kemarin, Pompeo mendesak Arab Saudi untuk mengakui adanya pembunuhan itu. Namun Pangeran Muhammed bin Salman tidak dilibatkan. Sangat buruk jika Putra Mahkota dinyatakan memberi perintah untuk membunuh Jamal Khashoggi.
"Upaya di balik layar difokuskan untuk menghindari krisis diplomatik antara dua negara dan telah berhasil menemukan jalur untuk mengurangi ketegangan," kata Ayham Kamel, Kepala bidang Timur Tengah dan Afrika Utara Eurasia Group kepada The Associated Press.
Menurut Ayham Kamel, Riyadh harus memberikan beberapa penjelasan tentang hilangnya jurnalis tersebut. Tetapi dengan cara yang menjauhkan kepemimpinan dari klaim apa pun bahwa keputusan dibuat pada tingkat senior untuk membunuh jurnalis terkemuka itu.
Sedangkan The New York Times melaporkan bahwa istana kerajaan Arab Saudi akan 'mengkambing-hitamkan' seseorang untuk mengakui pembunuhan tersebut. Orang itu adalah pejabat dalam dinas intelejen kerajaan Arab Saudi, yang merupakan orang dekat sang putra mahkota.
Skenario yang telah disusun, putra mahkota menyetujui agar Jamal Khashoggi diinterogasi di Arab Saudi, bukan di Istanbul Turki. Tetapi pejabat intelejen itu secara tragis tidak kompeten dan melanggar perintah. Ia kemudian mengeksekusi Jamal Khashoggi di gedung konsulat. Â Sebuah skenario yang rapi agar putra mahkota terbebas dari tuduhan.
Sementara itu Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Kemanusiaan mendorong agar menghilangkan hak imunitas atau kekebalan terhadap pejabat Arab Saudi, termasuk dalam lingkungan kerajaan. Hal itu untuk memperlancar penyelidikan hilangnya Jamal Khashoggi.
"Mengingat tidak ada bukti yang jelas bahwa Jamal Khashoggi meninggalkan konsulat, tanggung jawab ada pada Arab Saudi untuk mengungkap apa yang terjadi," kata Michelle Bachelet , KOmisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Kemanusiaan.
Ia menambahkan bahwa berdasarkan hukum innternasional, penghilangan paksa dan pembunuhan di luar hukum adalah kejahatan yang sangat serius. Dan kekebalan tidak boleh digunakan untuk menghalangi penyelidikan atas apa yang terjadi dan pihak yang bertanggung jawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H