Deretan vila ada di area sebelah kanan ketika kita berjalan masuk. Saya tidak tertarik untuk melihat-lihat karena pasti sepi, vila itu biasanya disewa ketika liburan besar atau ada yang mengadakan acara pertemuan yang cukup besar.
Sebelah kiri adalah aula yang berupa rumah panggung, mampu menampung ratusan orang. Sedangkan di belakang aula, terdapat deretan pondok kemah berbentuk segitiga dan terbuat dari kayu. Kami memutuskan untuk jalan terus setelah mengambil beberapa foto di area tersebut.
Di sebelah kiri dan kanan ada beberapa jalan kecil yang menjorok ke hutan bakau. Jalan itu terbuat dari papan kayu dan juga bambu. Kalau kita injak bunyi berderit dengan sensasi sedikit bergoyang. Â Saya mengambil jalan ke kiri yang ada petunjuk lokasi pondok pengamatan burung.
Dari atas pondok juga terlihat hamparan hutan bakau yang dikelilingi air . Pondok ini bagi saya juga tempat yang nyaman untuk menyendiri sambil menikmati aliran angin yang cukup kencang. Sayangnya anak-anak muda yang datang ke sini sangat jorok. Mereka meninggalkan sampah bekas makanan dan minuman di dalam pondok.
Kami berjalan lagi melewati jembatan yang melintasi sebuah sungai. Kawasan hutan bakau di seberang sudah mendekati laut. Ada papan petunjuk yang mengarah ke pantai. Tapi kami tidak tertarik ke tepi laut. Area hutan mangrove di sini lebih liar, jalan kecil yang terbuat dari kayu dan bambu pun banyak yang sudah lapuk.
Karena lebih sepi, ada beberapa pasangan muda memanfaatkan area ini untuk berpacaran. Ada yang berduaan di sebuah pondok di tepi jalan kayu, dan ada yang duduk di bangku yang tertutup akar pepohonan. Mereka inilah yang juga suka mengotori hutan mangrove dengan sampah makan dan mminuman.
Kami istirahat di sebuah pondok, yang juga menjadi korban vandalisme dan joroknya pengunjung. Agaknya perlu pengawasan ketat agar bisa mencegah mereka berulah.Â
Kemudian kami kembali ke depan, ke deretan pondok kemah yang terbuat dari kayu. Bentuknya yang unik, sangat menarik untuk Selfie. Sayangnya, toilet berada di luar, bukan di dalam pondok.