Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Betulkah Israel Mencabut Larangan Turis WNI Karena Kunjungan Yahya Staquf?

30 Juni 2018   15:13 Diperbarui: 30 Juni 2018   15:39 649
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KH Yahya Staquf (dok. NU)


Beberapa hari yang lalu,  Israel mencabut larangan masuknya wisatawan yang berasal dari Indonesia untuk mengunjungi Baitul Maqdis.  Kabar ini tentu disambut gembira oleh kaum muslimin di tanah air.  Bagaimana pun Masjidil Aqsa adalah destinasi impian umat Islam.

Namun ada pertanyaan yang menggantung dengan peraturan tersebut.  Apakah keputusan Israel mencabut larangan itu karena kedatangan KH. Yahya Staquf atau karena sebab yang lain.  Biasanya Israel tidak semudah itu berubah pikiran. 

Kita bisa memandang masalah ini dari kacamata politik dan ekonomi.  Bagaimana untung dan rugi Israel jika meneruskan larangan masuknya wisatawan Indonesia ke Palestina. Israel adalah negara yang tak akan mau merugi dalam hal apa pun. 

Tulisan ini tidak bermaksud  mengecilkan peran KH Yahya Staquf dalam memperbaiki sudut pandang Israel terhadap umat muslim,  khususnya Indonesia.  Kita patut memberi apresiasi kepada ulama tersebut yang mencoba menjinakkan Israel dengan cara halus. 

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sopan,  tidak patut menjadi musuh negara mana pun.  Boleh dikatakan bahwa bangsa Indonesia tidak pernah membuat masalah dengan siapa saja.  Hal ini yang disiratkan KH Yahya Staquf kepada Israel. 

Bisa jadi Israel terkesan dengan tutur halus KH Yahya Staquf.  Pembawaan ulama yang penuh senyum,  tidak tampak radikal.  Israel melihat itu sebagai gambaran umat Islam di Indonesia. 

Namun di sisi lain,  Israel juga menyadari hilangnya potensi ekonomi dengan larangan tersebut.  Israel kehilangan pemasukan devisa yang sangat besar dari wisatawan Indonesia.  Sebagai negara yang kikir dan serakah,  hal ini sangat menggusarkan Israel. 

Indonesia dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia adalah pasar wisata yang diincar oleh Israel.  Apalagi umat muslim di Indonesia sangat fanatik terhadap tempat tempat suci.  Tanpa promosi,  mereka tetap akan berusaha mengunjungi Masjidil Aqsa. 

Israel pasti sudah berhitung,  dalam kurun waktu sebulan saja,  berapa potensi pemasukan yang hilang akibat larangan masuknya WNI ke Palestina.  Negara ini tidak akan mau menanggung hal itu untuk jangka waktu yang lebih lama.  Padahal Israel membutuhkan biaya yang sangat tinggi untuk ambisinya menguasai Timur Tengah. 

Maka kunjungan KH Yahya Staquf semakin meyakinkan Israel bahwa tidak ada gunanya membuat larangan masuk bagi WNI.  Sudah jelas,  bukan Indonesia yang rugi,  tetapi Israel.  Pundi pundi uangnya menyusut drastis. 

Selain itu   kita harus mengakui kenyataan bahwa Indonesia masih dipandang sebelah mata dalam percaturan politik internasional.  Israel lebih was was dengan kepemimpinan Erdogan yang semakin menguat ketimbang memperdulikan Indonesia yang 'lemah lembut'. 

Turki adalah merupakan ancaman bagi Israel.  Selain memiliki kekuatan militer,  Turki juga cukup kuat di bidang ekonomi.  Di dunia internasional,  Turki sangat berpengaruh terhadap negara negara Islam. 

Posisi Turki sebagai ketua OKI sangat memungkinkan Erdogan untuk menggerakkan negara negara Islam menentang Israel dan Amerika Serikat.  Sedangkan Indonesia masih menjadi 'figuran'  dalam peta kekuatan negara muslim. 

Indonesia juga tidak berada di kawasan yang menjadi prioritas Israel.  Asia Tenggara merupakan sasaran kesekian dari kepentingan Israel.  Timur Tengah menjadi perhatian utama negara zionis ini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun