Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Mudik ke Kampung Akhirat

7 Juni 2018   11:44 Diperbarui: 7 Juni 2018   12:03 1130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di saat orang orang sibuk bersiap diri untuk mudik ke kampung halaman, saya justru tenang tenang saja.  Lha iya,  karena saya tidak pernah mudik.   Ada kampung tapi tidak punya halaman. 

Tempat kelahiran saya di Yogyakarta hanyalah sebuah kenangan masa kecil.  Sejak puluhan tahun lalu kami pindah mengikuti tugas almarhum Bapak di Jakarta.  Lalu kami tinggal di Depok. 

Di Yogyakarta   sudah tidak rumah berikut halaman.  Tapi kalau mau liburan ke sana,  masih ada rumah beberapa saudara sepupu.  Jadi saya tinggal di tempat mereka. 

Namun semenjak kedua orang tua meninggal dunia,  praktis saya tidak punya tempat untuk pulang.  Rumah keluarga sudah dijual,  kakak kakak tinggal di rumah masing masing.  Sedangkan saya menjadi nomaden,  seorang Kelana di jalan sunyi. 

Pada saat Ramadhan saya lebih suka menenggelamkan diri dalam lautan cinta Sang Ilahi.  Hanya sesekali keluar untuk silaturahmi dan menjaga Habluminannas.  Setelah itu kembali ke dunia sendiri. 

Sedangkan pada waktu lebaran,  hari raya Idul fitri,  shalat di masjid terdekat.  Kadang berkunjung /bersilaturahim ke beberapa  pimpinan atau tokoh yang disegani.  Atau ke tempat kakak kakak. 

Tapi bagi saya semua itu hanya tradisi sementara yang masih bisa saya lakukan di dunia ini.  Perasaan saya datar saja,  tidak ada sesuatu yang istimewa.  Saya lebih suka bercengkerama dengan Tuhan. 

Dengan usia yang sudah tidak muda lagi,  saya tahu bahwa Dia bisa  memanggil sewaktu waktu. Karena itulah saya tidak ingin lengah,  dengan menyiapkan bekal untuk pulang.  Satu saat nanti saya akan pulang untuk selamanya. 

Dari hari ke hari saya mencoba untuk berbuat lebih baik.  Menjadi hamba yang baik di mata Nya,  bukan menjadi baik di mata manusia.  Dan saya menyesal jika terbawa arus kehidupan duniawi. 

Benturan antara fakta bahwa saya harus bertahan hidup, mencari nafkah agar tidak bergantung pada orang lain.  Di sisi lain,  urusan ini membuat ibadah saya berkurang.  Misalnya   shalat sunnah menjadi tidak lengkap sebagaimana jika saya  di rumah. 

Saya hanya mencari sesuap nasi,  bukan sejumput berlian.  Tidak ada yang saya kejar untuk urusan dunia.  Saya tidak 'ngoyo'  untuk beli rumah,  mobil dsb.  Cukuplah untuk makan dan minum,  memenuhi kebutuhan sehari hari. 

Saya hanya ingin membangun rumah di akhirat.  Walau Allah menjanjikan istana intan permata di surga,  saya hanya ingin punya tempat berpulang.  Sebaik baik tempat berpulang adalah di sisiNya. 

Mudik,  bagi saya adalah pulang ke kampung akhirat.  Saya tidak perlu mengumpulkan uang sebanyak banyaknya.  Tapi saya harus mengumpulkan amal kebajikan sebanyak mungkin. 

Namun saya kuatir dan takut,  bekal itu tidak pernah cukup.  Sebab saya tak pernah tahu amal mana yang diterima oleh Allah.  Shalat saya saja belum tentu diterima   apalagi amal yang lain.  Tak ada manusia yang bisa menjamin hal ini. 

Ya Rabb,  sekiranya sudah waktunya Engkau memanggil ku pulang.  Pastikan bahwa bekal ku telah cukup.  Aku malu padaMu jika hanya membawa dosa.  Aku ingin mudik dengan cara yang baik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun