Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Yordania dan Qatar dalam Tekanan Sekutu

3 Mei 2018   15:46 Diperbarui: 3 Mei 2018   16:02 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Qatar Gulf News

Memaksakan kehendak agar dapat segera menguasai seluruh wilayah Timur Tengah adalah strategi Amerika Serikat dan sekutunya. Mereka meningkatkan tekanan kepada negara-negara yang 'penakut' supaya menyetujui dan mengikuti kebijakan untuk mendukung Israel dan menyerang Suriah. 

Saat ini, yang berada dalam tekanan besar adalah Yordania dan Qatar.

Beberapa hari yang lalu Yordania mencabut 'KTP' Presiden Palestina, Mahmoud Abbas dan beberapa petinggi pemerintahan Palestina dan pemimpin HAMAS.  Memang Mahmoud Abbas yang dahulu mengajukan permohonan untuk memiliki kartu identitas kependudukan dari Yordania. Hal itu disebabkan karena Israel menghambat identitas orang-orang Palestina.

Dengan dicabutnya identitas kependudukan dari Yordania tersebut maka ruang gerak para pemimpin Palestina menjadi sangat terbatas. Yordania adalah tetangga terdekat dimana mereka lebih dulu mencari bantuan atau pertolongan. terutama dalam mengupayakan logistik yang diperlukan rakyat Palestina.  Tanpa identitas tersebut, Mahmoud Abbas pun tidak aman berada di Yordania, ia bisa diusir atau bahkan ditembak.

Selain mencabut kewarganegaraan para pemimpin Palestina, Yordania juga semakin sering menutup pintu perbatasan. Padahal melalui pintu yang berbatasan di Yordania tersebut, bantuan makanan/logistik disalurkan. 

Rakyat Palestina juga biasa melintasi pintu tersebut untuk berhubungan dengan teman-teman mereka di Yordania yang bersedia membantu mereka.

Sejatinya, Yordania adalah negara yang paling diharapkan bantuan dan perlindungannya kepada rakyat Palestina. Sebagai tetangga terdekat dan mayoritas muslim, idealnya Yordania berusaha dengan gigih meringankan penderitaan  rakyat Palestina. 

Tetapi akhir-akhir ini, justru seakan hendak lepas tangan dan menjauhkan diri. Ini tidak akan terjadi jika Amerika Serikat dan sekutunya tidak sangat memaksa.

Tekanan Amerika Serikat seiring dengan meningkatnya intensitas penyerangan Israel di wilayah Gaza. Sudah lebih dari 50 orang Palestina tewas selama bulan April, menangkap sekitar 450 orang termasuk wanita dan anak-anak. Dan kemarin, menghancurkan sebuah gedung apartemen yang dihuni 17 keluarga Palestina di Yerusalem Timur.

Amerika Serikat dan sekutunya memaksa Yordania untuk 'berdiam diri' terhadap penindasan Israel. Rakyat Palestina akan semakin terjepit, kehilangan tempat untuk bernaung, dan akhirnya mati kelaparan dan kalau memberontak, mati ditembak pasukan Israel. . Sebuah rencana pemusnahan sebuah bangsa dari kaum zionis yang sangat kejam.

Demikian pula dengan Qatar yang saat ini dipaksa untuk mendukung gerakan Amerika Serikat dan sekutunya dalam menyerang Suriah. Qatar diwajibkan membantu pendanaan dan logistik  pasukan sekutu, membayar 'upeti keamanan' agar serangan tersebut berjalan lancar. Mau tak mau Qatar harus mematuhinya.

Qatar tidak berkutik terhadap keinginan Amerika Serikat dan sekutunya karena beberapa alasan. Pertama, karena negeri ini masih trauma ketika diboikot dan diblokade oleh Amerika Serikat. 

Walau mereka masih bertahan karena perekonomian yang kuat, tetapi kuatir juga lama kelamaan blokade itu berpengaruh terhadap pemasukan negeri itu.

Alasan kedua, kalau Qatar tidak mau mengikuti perintah, maka Amerika Serikat dan sekutunya akan menyerang Qatar. Arab Saudi sudah terang-terangan menyatakan akan menyerang Qatar jika tidak mau bergabung dengan mereka untuk mendukung serangan ke Suriah. Emir Qatar kuatir negerinya akan bernasib seperti Yaman.

Alasan ketiga, ada pangkalan militer Amerika Serikat di Qatar, yang merupakan perjanjian di masa lalu ketika Qatar masih bergabung dengan Arab bersatu. Qatar mengamankan kepentingannya dalam perdagangan gas dan minyak yang juga terikat perjanjian dengan Amerika Serikat dan  sekutunya.  

Dalam hal ini termasuk perebutan jalur gas dan minyak dengan Iran yang menjadi musuh bebuyutan sekutu.

Tunduknya Yordania dan Qatar dalam kehendak sekutu memperlancar rencana negara-negara Barat untuk segera menguasai wilayah Timur tengah. Tidak akan lama lagi Yerusalem Timur menjadi milik Israel sepenuhnya. Dan dalam waktu singkat, serangan-serangan ke Suriah pun akan kembali berkobar. Timur Tengah di ambang kehancuran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun