Negara kita ini, yang masih tergolong negara berkembang atau negara ketiga, sedang dituntut pembangunan skala tinggi agar bisa menyejahterakan rakyat secara merata. Karena itu pemerintah berpacu membangun infrastruktur di seluruh Indonesia. Sayangnya, untuk itu dibutuhkan dana yang sangat besar. Sampai saat ini kita lebih banyak mengandalkan biaya pembangunan dari hutang luar negeri.
Hutang luar negeri semakin membengkak setiap tahunnya hingga ribuan triliun. Banyak yang merasa ngeri-ngeri sedap  dengan besaran hutang tersebut. Jangan-jangan negeri kita sudah tergadai untuk membayar hutang-hutang itu. Rakyat takut hutang itu ditanggung sampai tujuh turunan, kuatir anak dan cucu dalam cengkeraman hutang.
Ketakutan itu sangat beralasan karena kecil sekali kemungkinannya bahwa kita sanggup melunasi hutang. Mengapa? Kita hanya sanggup membayar bunganya saja setiap tahun, sedangkan hutangnya tetap ada, bahkan bertambah jika kita tetap mengajukan permintaan dana untuk segala pembangunan di dalam negeri.
Apakah kita tidak mempunyai pemasukan lain. Bagaimana dengan ekspor komoditas kita ke luar negeri? Memang semakin meningkat, tetapi volume impor juga semakin tinggi. Untuk sementara, kita tidak bisa mengharapkan pemasukan dari ekspor. Pemerintah menyadari hal itu, dan berusaha menggenjot sektor pariwisata untuk menjadi pemasukan utama Indonesia.
Potensi Zakat dan Wakaf Untuk Membangun Negeri
Ironinya, para pakar ekonomi kurang jeli dalam melihat potensi yang bisa digali di dalam negeri untuk mencari sumber dana yang besar agar bisa membangun negeri tanpa mengandalkan bantuan bank dunia atau pihak asing. Ibaratnya, mereka tidak bercermin untuk melihat kelebihan dan kekurangan Indonesia.
Salah satu fakta yang kita miliki adalah penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Ini adalah sebuah modal besar yang dianugerahkan Allah untuk Indonesia. Modal yang bisa digunakan untuk membangun bangsa dan negara. Begitu pula untuk meningkatkan perekonomian Indonesia.
Saya juga baru mengetahui betapa hebatnya potensi yang dimiliki kaum muslim setelah menghadari Lokalatih (Lokakarya dan Pelatihan)Â Agent Of Change Ekonomi Syariah tentang zakat dan wakaf untuk membangun negeri, yang diselenggarakan Kementrian Agama, 27 s/d 29 Maret di Hotel Royal Padjajaran, Bogor.
Dalam acara itu hadir beberapa narasumber yang sangat kompeten di bidangnya. Antara lain: Prof. Dr. H. Muhammadiyah Amin M.Ag, Dirjen Bimas Islam, H Muhammad Fuad Nasar, Direktur Pemberdayaan zakat dan wakaf Bimas Islam, Â Drs. H Tarmizi Tohor, MA, sekretaris Ditjen Bimas Islam, Bahrul Hayat Ph.D, Tuhu Nugraha (Trainer of Digital and Social Media) dan Ananto Pratikno (pakar digital branding).
Muhammad Fuad Nasar menjelaskan tentang peluang dan tantangan zakat wakaf yang kurang disadari oleh umat Islam. Karena itu ia mengharapkan Lokalatih ini dapat meningkatkan pemahaman generasi zaman now akan potensi ekonomi syariah. Perekonomian Indonesia bisa berkembang dengan menjalankan ekonomi syariah sebagaimana yang diajarkan dalam agama Islam.
Tarmizi Tohor memaparkan, sebenarnya potensi zakat nasional 217 T pertahun atau 3/4 dari total PDB. Hal tidak disadari oleh pakar ekonomi. Bahkan pakar ekonomi muslim pun tidak membahas potensi tersebut. Kemudian kurangnya sosialisasi tentang potensi ini menyebabkan  penghimpunan zakat nasional belum mencapai pada angka yang signifikan.
Di samping itu, potensi wakaf uang di Indonesia bisa mencapai angka Trilyunan Rupiah dan sudah 17 bank syariah telah ditetapkan sebagai lembaga keuangan syariah penerima wakaf tunai. Potensi wakaf tersebar di 435.768 lokasi dengan luas total 4.359.443.170m2 dan 435.944 ha. Komitmen Kemenag dhi Ditjen Bimas Islam adalah optimaslisasi pemberdayaan zakat dan wakaf.
Tiga isu utama yan menjadi tantangan dalam optimalisasi perzakatan dan perwakafan di antaranya: Edukasi dan sosialisasi, Program Pemberdayaan yang menyentuh masyarakat dan meningkatkan transparansi serta akuntabilitas.
Ada beberapa hal yang kurang dimengerti oleh masyarakat. Zakat dianggap hanya dikeluarkan pada saat bulan Ramadan atau menjelang lebaran. Padahal zakat harta, zakat emas itu harus dikeluarkan pula, dan waktunya tidak tergantung pada bulan suci. Begitu pula dengan wakaf, yang dikira hanya persoalan membangun masjid  membangun madrasah. Padahal ada wakaf tunai yang bisa dihimpun.
Optimalisasi wakaf dapat digali dari pemanfaatan tanah wakaf dan wakaf uang melalui pembentukan LKS-PWU. Saat ini sudah terdaftar 17 lembaga keuangan syariah penerima wakaf uang. Sedangkan dalam pemanfaatan tanah wakaf, telah dibangun rusunawa bekerjasama dengan Kemen PUPR. Penerimaan wakaf uang saat ini baru mencapai 20 Milyar Rupiah.
Kurang maksimalnya wakaf tunai karena ketidakmengertian masyarakat mengenai wakaf. Karena itu dibutuhkan sosialisasi secara gencar agar masyarakat terdorong memberikan wakaf tunai. Wakaf tunai berupa uang, yang tidak ditentukan jumlahnya. Jika satu orang saja memberikan seratus ribu Rupiah wakaf tunai, bayangkan berapa dana yang bisa dihimpun. Sudah pasti cukup untuk membangun negeri Indonesia tercinta.
Oleh sebab itu, kehadiran para blogger juga diharapkan dapat membantu sosialisasi pembangunan melalui zakat dan wakaf dengan sosial media dan tulisan-tulisan yang menggugah masyarakat. Â Sedangkan mahasiswa membantu secara langsung dengan terjun ke masyarakat dan juga organisasi-organisasi kemasyarakatan.
Sosialisasi melalui medsos
Blogger yang biasa berkecimpung dengan media sosial adalah sarana yang ampuh untuk menyoalisasikan potensi zakat dan wakaf dalam membangun negeri. Pada zaman now, generasi muda tidak pernah terlepas dari smart phones, dan selalu mengikuti isu dan perkembangan terkini melalui media sosial seperti facebook, instagram dan twitter. Karena itu sangat tepat menggunakan media sosial untuk menyebarluaskan zakat dan wakaf.
Dua ahli digital marketing, Tuhu Nugraha dan Anton menjelaskan dengan gamblang bagaimana pengaruh media sosial dalam tatanan kehidupan masyarakat Indonesia. Â Pemerintah, dalam hal ini Kementrian Agama, seharusnya mengetahui dan memanfaatkan digital branding untuk menyoalisasikan program-program yang sedang dijalankan.
Di masa mendatang, ketergantungan kita terhadap bantuan luar negeri bisa dikurangi sedikit-demi sedikit hingga akhirnya kita bisa membebaskan diri. Cita-cita proklamasi untuk menyejahterakan rakyat Indonesia bisa diwujudkan sebagaimana yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. Semoga. Insya Allah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H