Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Posisi Rusia dalam Konflik Turki dan Amerika Serikat

24 Januari 2018   18:00 Diperbarui: 26 Januari 2018   19:31 4285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perundingan antara YPG, Rusia dan AS di masa lalu (dok. MIddleEast)

Mulai hari Sabtu yang lalu, pasukan Turki telah menyerang basis teroris Kurdi di Afrin, Suriah Barat laut. Bom-bom yang dijatuhkan menandai awal operasional pemberantasan teroris dari suku Kurdi yang mendapat persenjataan dari Amerika Serikat. Meski Amerika Serikat berusaha menahan rencana Turki di Afrin beberapa hari sebelumnya dengan berbagai alasan, Turki tidak menggubris ocehan Amerika Serikat.

Tindakan Turki yang menyerang basis YPG (Bahasa Kurdi: Yekîneyên Parastina Gel. Bahasa Inggris: People's Protection Unit) di Afrin didukung sepenuhnya oleh Rusia. Dan hal ini membangkitkan kemarahan YPG karena Rusia pernah melakukan perjanjian dengan YPG dan Amerika Serikat. Mereka menganggap Rusia telah mengkhianati perjanjian itu. Serangan Turki menyebabkan YPG kelabakan.

Apakah Rusia berkhianat? Dalam percaturan politik internasional, sudah bukan hal yang aneh jika negara adidaya berbalik pendapat atau sikap. Mereka hanya mengabdi pada kepentingan negaranya sendiri untuk menguasai dunia. JIka ada perjanjian yang sudah tidak selaras dengan keinginan mereka, dengan mudahnya mengingkari.

Negara-negara ketiga atau negara-negara yang dilanda konflik, selalu menjadi korban atau obyek yang dimanfaatkan. Seharusnya mereka paham dan sadar akan karakter negara-negara adidaya dan mewaspadai setiap kemungkinan pemutarbalikan keadaan. Padahal, sudah puluhan atau ratusan kali negara seperti Amerika Serikat dan Rusia mengingkari janji.

Kemarahan komandan YPG, Sipan Hemo kepada Rusia tidak ada artinya, meski YPG masih mendapatkan dukungan dari Amerika Serikat. Pasalnya, mereka mengetahui keperkasaan tentara Turki yang terlatih dengan baik dan dilengkapi dengan senjata canggih. Menghadapi pasukan Turki saja bisa repot apalagi jika didukung Rusia. YPG tidak sebanding dengan Turki, bantuan Amerika Serikat tidak cukup membuat mereka percaya diri.

Dalam hal ini, kecerdasan taktik Erdogan adalah kuncinya. Amerika Serikat semakin merajalela dengan mengadu domba negara-negara di Teluk Persia. Seandainya Amerika Serikat tidak berusaha mengotak-atik Turki, mungkin pemerintah Erdogan masih bisa menahan diri dalam persoalan YPG di Afrin. Faktanya, keserakahan Amerika Serikat ingin menguasai Turki dengan menggunakan kelompok Kurdi.

Untuk mengamankan bangsa dan negaranya dari rongrongan suku Kurdi, jelas pemerintah Turki harus menjalankan strategi yang jitu. Negara adidaya harus dilawan dengan negara adidaya. Karena itulah Turki melakukan pendekatan yang intensif kepada pemerintah Rusia beberapa waktu yang lalu. Kedua pihak melakukan pertemuan di Moskow pada bulan Desember yang lalu.

Hasilnya, Rusia menyetujui untuk mendukung Turki dalam memberantas teroris yang terindikasi dengan YPG. Pemerintah Rusia tidak hanya menyatakan dukungan politik, tetapi juga akan memfasilitasi gerakan pasukan Turki. Antara lain, pasukan Rusia mundur dari Afrin dan menyediakan bantuan senjata jika diperlukan.

Apa keuntungan Rusia dengan berbalik mendukung Turki? Ada beberapa deal yang tidak dikemukakan di depan umum. Asumsi sementara, Rusia juga gerah dengan tingkah laku Amerika Serikat yang terlalu serakah ingin menguasai dunia. Persaingan sebagai negara adidaya membuat Rusia juga mencari rekan atau partner yang cukup kuat dan strategis.

Di sisi lain, apa keuntungan untuk Turki? Saat ini Turki membutuhkan penyeimbang untuk menghadapi Amerika Serikat. Negara yang dianggap memiliki kekuatan yang setara, baik secara pengaruh maupun persenjataan hanyalah Rusia. Maka Turki memainkan caturnya dengan menggunakan Rusia. 

Kecerdikan Erdogan mendekati Rusia, diawali dengan penyelesaikan perselisihan Turki-Rusia mengenai penembakan pilot Rusia yang terbang di wilayah Turki. Setelah mereka berdamai, barulah Turki mengajukan penawaran-penawaran untuk mengamankan posisi Turki yang mendapat ancaman teroris Kurdi yang dipersenjatai Amerika Serikat.

Di sisi lain, Turki juga tidak lagi terlalu intensif dalam persoalan Suriah. Mengamankan wilayah Turki menjadi prioritas utama ketimbang terlalu jauh masuk dalam konflik Suriah. Meski Erdogan mengatakan bahwa operasi di Afrin hanya sementara, dengan target tertentu, bukan berarti bakal dilepas sama sekali ketika teroris YPG berhasil diberantas.

Hubungan Turki dan Rusia adalah hubungan simbiosis mutualisme, sama-sama diuntungkan dalam hal ini. Namun sampai sejauh mana masing-masing negara mengambil manfaat, kita belum tahu. Jelas hal itu merupakan adu cerdik antara Erdogan dengan Putin yang mungkin tidak bisa kita duga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun